Sabtu, 07 Februari 2009

Tamuku

“Bu, ada Rina, anaknya Mas Danu” ucap Ita kakak ku kepada Ibu sesaat setelah dia membukakan pintu untuk tamu yang baru datang. Seperti biasa jika ada tamu, aku akan langsung di bawa ke kamar oleh Ibu. Hhhh, Bu, kenapa tidak membiarkan aku untuk berkenalan dengan tamu itu sih.
“Kamu disini saja dulu, diam ya jangan teriak-teriak, Ibu akan menemui tamu itu” pesan Ibu sambil mengunci pintu kamar dari luar. Klik.
Apa salah ku sampai-sampai untuk bertemu dengan orang saja aku dilarang. Aku sebenarnya kasihan juga melihat Ibu yang setiap hari tak lelah menjaga dan merawatku. Dikala aku ingin kekamar kecil, ibu selalu mengingatkanku agar segera melaksanakan niatku itu, karena jika terlambat sedikit saja, maka seluruh pakaianku akan basah dan kotor.
Ibu yang sudah sangat tua, entah sampai kapan beliau akan sanggup menjaga dan merawatku. Saudara-saudaraku memang baik padaku, mereka memberikan segala kebutuhanku, tapi kenapa aku harus dibawa ke tempat ini. Semuanya memang terlihat sangat indah, di dalam rumah dengan perabotan yang mewah ini. Tapi aku tidak diijinkan menyentuh perabotan ini. Berbeda dengan rumah kami yang dulu, disana aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Kalau disini, untuk duduk di ruang keluarga, aku selalu diawasi Ibu, memegang benda apa pun di rumah ini, maka aku akan segera di bawa kembali ke kamar.
“Seli, mana Bu kok tidak kelihatan” terdengar tamu itu menyebut-nyebut namaku.
“Ada dikamarnya” jawab Ibu. Memang aku sedang berusaha mendengarkan perbincangan Ibu dengan tamu itu, karena mereka duduk di ruang keluarga yang letaknya di depan kamarku.
Aku berusaha menarik perhatian mereka, dengan cara memutar gagang pintu berulang kali, mudah-mudahan saja Ibu dan tamu itu memperhatikan tingkahku dan mereka akan mengijinkan aku bergabung bersama mereka. Tapi usahaku tidak membuahkan hasil karena Ibu dan tamunya tidak menggubris aksi ku.
Hhhh, kenapa sih Ibu jadi ikut-ikutan membelengguku seperti saudaraku yang lain. Selang beberapa jam ku dengar langkah kaki menuju kamarku. Itu pasti Ibu. Karena hanya beliau yang mau masuk ke kamar ini. Aku tak tahu kenapa sampai-sampai keempat saudaraku yang lain enggan untuk sekedar menjenguk ku di kamar ini.
“Seli kan ada tamu , gagang pintu tidak usah diputar terus, Seli, duduk saja dulu ya, nanti Ibu kesini lagi, Ibu mau berbicara dengan tamu itu dulu, itu namanya mbak Rina, dulu dia pernah main bersama Seli” lembut nada Ibu.
“Hhh’ hh’ “ entah kenapa, setiap kali aku ingin mengemukakan alasanku selalu saja lidah ini tidak bisa mengeluarkan kata dengan benar.
“Ibu mengerti kalau Seli juga mau keluar dan ingin bertemu dengan tamu itu, tapi nanti saja ya” suara tua Ibu menenangkanku.
“Nah sekarang Ibu mau menemui tamu itu lagi, Seli duduk yang manis ya” Ibu mulai beranjak meninggalkanku, aku tidak mau tinggal diam dikamar ini, aku berusaha mengejar ibu. Tapi keinginanku tetap tidak akan pernah terwujud. Karena dengan sigap Ibu menutup dan mengunci kamar ku dari luar.
“Bu, kenapa Seli tidak dibiarkan duduk bersama kita disini” terdengar suar sang tamu menanyakanku lagi.
“Sebenarnya Ibu ingin sekali membiarkannya untuk bermain sebagaimana layaknya kita dan keluarga ini di dalam rumah. Tapi sekarang Seli semakin sulit untuk dikendalikan., setiap dia melihat minuman yang kita suguhkan untuk tamu, dia akan segera meminumnya. Seli tak peduli bahwa minuman itu bukan untuknya. Dia akan menghabiskan semua minuman yang berada didekatnya. Makanya Ibu tidak membawa Seli keluar” jelas Ibu.
“Bu, tidak masalah kok, kalau Seli menghabiskan minuman saya, toh saya sudah mengerti dengan keadaannya. Kasihan Seli Bu, jangan siksa dia seperti itu” aha, si tamu ternyata memihakku.
“Baiklah nanti Ibu akan bawa Seli kesini” Ibu terdengar mengalah. Aku senang
sekali mendengar janji Ibu itu. Terima kasih ya tamu ku yang baik. Walau aku belum mengenalmu setidaknya kamu sudah berhasil merubah pemikiran Ibu ku.
Aku bersiap-siap di depan pintu. Aku ingin segera melihat rupa tamu ku yang sangat mempehatikan ku itu. Tapi… kenapa Ibu belum muncul juga. Sepertinya aku sudah menunggu sangat lama. Atau mungkin Ibu kembali kepada pemikirannya. Aku harus mendengarkan pembicaraan mereka kembali.
“Seli itu sekarang sudah dua puluh lima tahun loh, Nak Rina. kalau saja keadaannya sehat seperti saudaranya yang lain, barangkali Ibu sudah mempunyai satu atau dua orang cucu dari dia. Sekarang umur Ibu sudah tujuh puluh dua tahun, Ibu sudah sakit-sakitan, apalagi sekarang ini, semua badan Ibu terasa kesemutan, Ibu jadi bingung, penyakit apa yang sedang bersarang di badan Ibu” nada Ibu terdengar sedih.
“Ibu, yang sabar ya, Insyaallah, semuanya akan dibalas dengan yang lebih baik lagi oleh Allah. Apakah Ibu sudah kedokter untuk mengobati rasa kesemutan dibadan Ibu”
“Sudah, kata dokter hanya asam urat saja yang sedikit tinggi”
“Kalau begitu mungkin Ibu perlu jalan-jalan pagi diluar, agar Ibu mendapatkan cahaya matahari pagi serta udara pagi yang masih sejuk dan bersih.Ibu juga bisa mengajak Seli untuk ikut dengan Ibu”
“Rina, Rina, bagaimana Ibu akan mengajak Seli, kamu lihat sendiri, keadaan rumah ini, kami tinggal dilantai empat yang untuk turun kebawah saja , kami harus menggunakan lift atau tangga. Seli itu takut sekali di ajak masuk kedalam lift, kalau Ibu membawa Seli kebawah dengan menggunakan tangga, kamu bayangkan sendiri apa yang akan terjadi dengan Ibu, dengan besar tubuh Seli yang melebihi besar badan Ibu. Bisa-bisa kami berdua akan jatuh berguling dari lantai empat sampai lantai satu.”
“Bu, kenapa Bang Erwin membawa Ibu pindah ke Apartemen ini sih” sang tamu mengalihkan pertanyaannya setelah mendengarkan penjelasan Ibu tadi. Berarti pikiran tamuku sama dengan pikiranku.
“Mungkin maksudnya agar lebih dekat dengan dia dan ketiga anak ibu yang lain. Mereka semua tinggal di apartemen ini. Erwin juga tidak ingin melihat Ibu dirumah yang dulu sendirian dalam mengasuh dan merawat Seli. Kalau disini, banyak yang akan memperhatikan kami, begitu alasannya.”
“Tapi, apakah itu tidak berlebihan Bu, mereka semua tetap tidak bisa memperhatikan Ibu juga kan, sebelumnya maafkan saya loh Bu. Karena keempat anak Ibu semuanya bekerja. Sementara kalau di rumah mungkin hanya malam saja. Bagaimana mungkin mereka akan memperhatikan Ibu dengan sempurna”
“Itu lah sebenarnya yang membuat Ibu bersedih. Dulu sewaktu tinggal di perumahan, Ibu bisa mengajak Seli untuk jalan-jalan meskipun dengan keadaan yang demikian, tapi sekarang, untuk keluar sendiri pun Ibu tidak berani, karena takut nyasar di gedung yang tinggi ini.”
Oh, Ibu ternyata pemikiran Ibu sama denga pemikiranku. Aku telah salah sangka denga sikap Ibu ku yang sangat memperhatikan aku. Ternyata kami berdua memang tidak nyaman tinggal di tempat ini.
“Bagaimana jika mengajak mbak Sri untuk membantu memegang Seli turun kebawah Bu” saran tamuku.
“Ibu pernah memintanya, tapi sepertinya dia enggan untuk melakukannya, mungkin karena tugasnya di rumah ini sudah cukup banyak.”
“Mungkin, Bang Erwin bisa mengambil baby sitter untuk membantu menjaga Seli dan Ibu. Tapi baby sitter itu hanya bersifat membantu, semuanya di bawah perintah Ibu”
“Ibu belum berpikiran kesitu, tapi Ibu tidak ingin meminta lebih kepada Erwin,Nak Rina”
“Bu di coba dulu, ini semua untuk kesehatan Ibu dan Seli. Ibu tidak igin sakit-sakitan seperti ini terus kan. Apa sebaiknya saya saja yang berbicara dengan Bang Erwin.”
“Nggak, gak usah, nanti Ibu akan coba membicarakannya dengan Erwin”
“Ya sudah kalau begitu saya pamit pulang dulu ya Bu, lain kali saya akan mampir lagi Insyaallah. Mungkin saya akan coba tanyakan kepada beberapa orang dokter apakah penyakit Rett sindrom seperti yang diderita Seli bisa disembuhkan atau setidaknya bisa diminimalkan ketergantungannya dengan Ibu, saya kasihan melihat Ibu dan Seli. Tapi Ibu tetap sabar dan terus berdoa ya, semoga Allah bisa memberikan yang terbaik untuk Seli dan Ibu.”
Oh tamuku engkau begitu memperhatikan aku dan Ibuku, terima kasih ya, hah ada suara langkah menuju kamar ku, pasti Ibu datang lagi.
“Seli, ini mbak Rina, tamu yang tadi bersama Ibu, ayo salaman sama Mbak Rina”
Ya Tuhan ternyata tamuku ini adalah seorang yang sangat cantik, dengan tutup kepala yang lebar berwarna putih bersih, dan senyum yang sangat menenangkan semua orang. Sekarang dia berada tepat didepanku!.
“Seli…., Seli lupa ya, sama Mbak, kita kan pernah bertemu dulu, sewaktu Seli masih lima belas tahun, kita bermain di taman depan rumah, Seli tidak mau melepaskan pegangan Seli dari tangan Mbak, Seli masih ingat tidak”
“Hhh’ hhh’” ah entahlah mbak aku memang bahagia sekali jika diingatkan dengan taman itu. aku tidak begitu ingat apakah aku pernah bersamamu disana, yang jelas jika berada di taman itu, aku merasa sangaaat bahagia. Yang aku ingat hanyalah betapa indahnya berada di taman rumah ku. Hanya itu.
Ibu setiap pagi membawaku kesana berdua kami memegang tanaman yang ada . jika diijijnkan itu aku ingin berada disana lagi sekarang ini Mbak.
“Seli, Mbak pamit dulu ya, Insyaallah lai kali Mbak akan menemui Seli lagi” tamu ku memegangi tanganku. Oooh tangannya yang halus membuat aku tidak ingin melepaskannya. Ya…ya… aku ingat sekarang tangan sehalus ini yang dulu tidak ingin aku lepaskan, hanya ini satu-satunya tangan yang mau memegang tanganku dengan sangat lembut seperti sekarang ini. Aku tidak ingin melepaskannya.
“Seli, ayo lepaskan tangan Mbak Rina, Mbak Rina mau pulang” Ibu berusaha melepaskan pegangan ku.
“Benar kan Nak Rina Seli bersikap aneh seperti ini, makanya Ibu tidak pernah mengijinkan dia keluar dari kamarnya”
Tamuku menangis, air mata merebak dimatanya. Kenapa dia menangis, apakah dia tidak suka jika aku ingin tetap memegang tangan nya. Baiklah tamuku sayang aku akan melepaskan tanganmu, sekarang aku tidak ingin melihat engkau sakit dengan perbuatanku.
“Tidak apa-apa sayang, Seli boleh memegang tangan Mbak sampai kapanpun Seli mau” tamuku tersenyum tulus kepadaku sambil menyerahkan tangannya kembali ketanganku, yang tadi sempat aku lepaskan.
Dengan ragu aku kembali mengenggam tangan halus itu, hmmm terasa damai jiwa ini saat tangan halus itu berada dalam genggamanku.
Perlahan tamuku membawa aku duduk diatas tempat tidur, kepalaku direbahkan kedalam pelukannya. Sambil membelai belai rambutku tamuku menyanyikan sebuah lagu yang membuatku terbuai.
“Allahummarhamna bil Qur’an waj’alhu lana imamawa wannuuraw wahudaw warahmah, Allahumma dzakkirna minhuma nasiina wa ‘allimna minhuma jahiltu warzuqna tilawatahu aana alaili ana annahar waj’alhulana hujjatan yaa…. Rabbal alamiiin”
Aku benar-benar terbuai dengan senandung itu, hingga akhirnya aku tidak tahu apa-apa lagi aku tertidur pulas dialam mimpi bersama tamuku kami bermain ditaman yang sangat indah. Indah sekali, belum pernah ku lihat taman seindah ini sebelumnya.

Di Pecat


“Assalamualaikum Pak Irwan, apa kabar?” sapa Widi kepada pasiennya saat jam pergantian dinas malam.
“Waalaikum salam, baik suster Widi, oh ya, nanti malam masih ada suntikan amoxilin kan suster” Pak Ali balik bertanya.
“Iya Pak, masih ada satu kali lagi, untuk jam dua belas malam, karena sesuai dengan jadwal pemberian tadi siang dan kemarin, maaf loh mengganggu tidur Bapak lagi dengan suntikan Amoxilin itu” jelas Widi.
“Oh tidak apa-apa suster Widi, nanti suster sendiri kan yang akan memberikan suntikan itu?”
“Insyaallah, iya Pak, kalau begitu Bapak istirahat dulu ya, malam ini saya dan suster Farah yang jaga, kalau Bapak butuh bantuan, silahkan Bapak memanggil kami. Permisi dulu ya Pak, Assalamualaikum” Widi dan Farah keluar dari kamar Pak Irwan
“Waalaikum salam Suster, selamat bertugas” jawab Pak Irwan sambil tersenyum.
Perlahan Widi menutup pintu kamar 518 itu. Malam ini Widi bertugas menjaga delapan orang pasien VIP tempat dia bertugas selama ini. Pak Irwan adalah salah satu pasien yang sangat kritis tentang obat-obat yang diberikan kepadanya.
“Wid, kamu jaga Ibu Ningrum saja ya, biar nanti aku yang memberikan suntikan malam, tidak banyak kan suntikan yang akan diberikan malam ini?” Farah berbagi tugas dengan Widi. Karena malam ini Farah bertugas sebagai penanggung jawab ruangan Flamboyan itu.
“Baik mbak, suntikan malam hanya untuk Pak Irwan saja kok, sementara pasien lain rencananya ada yang pulang besok dan lusa.
“Kalau begitu kamu segera saja ke kamar Ibu Ningrum kamu pantau terus keadaannya ya. Aku akan menelpon dokter Ridwan dulu, mudah-mudahan saja beliau belum pulang.”
Widi segera menuju kamar Ibu Ninggrum. Ibu yang berumur enam puluh tahun ini menderita penyakit kanker otak stadium 4. Menurut dokter Ridwan yang merawatnya tidak ada kemungkinan untuk sembuh, apalagi beberapa hari belakangan ini kondisi ibu Ningrum semakin memburuk.
Padahal dua tahun yang lalu, tumor yang bersarang diotak Ibu Ningrum pernah diangkat, oleh dokter Ridwan, tapi sel ganas itu ternyata sudah menyebar diseluruh jaringan otak ibu Ningrum yang membuat Ibu satu anak itu menjadi kehilangan kesadaran.
Widi masuk ke kamar Ibu Ninggrum. Dengan Bismillah, Widi mulai memeriksa tekanan darah Ibu Ningrum dengan menggunakan tensi meter. Di dada Ibu Ninggrum sudah terpasang elektroda EKG.
Pak Rudi, anak Ibu Ningrum berpesan, ibunya tidak usah dirawat diruang ICU setelah mendengar penjelasan dari Dr Ridwan beberapa hari yang lalu. Jadilah kamar 507 ini di sulap seolah-olah mendekati fasilitas ICU, agar Ibu Ningrum dapat dipantau secara maksimal meskipun bukan diruangan ICU.
Selesai mengukur semua vital sign Ibu Ningrum dan mencatatnya dibuku catatan perawatan Ibu Ningrum, Widi memiringkan tubuh yang kurus itu kesisi kanan. Dan merapikan kembali selimut yang menyelimuti tubuh ringkih itu.
“Suster tolong jaga ibu saya ya, kalau suster sempat, tolong bacakan surah Yasin untuknya, karena saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya, nanti sepulang dari kantor, saya akan kesini lagi” begitu pesan Pak Rudi tadi pagi sebelum berangkat kekantornya.
“Maaf saya pagi ini harus kembali pulang Pak, karena jam tugas saya sudah berakhir, disamping itu saya akan kembali jaga nanti malam, Insyaallah nanti akan saya sampaikan kepada rekan saya yang jaga pagi ini” Widi terngiang percakapannya dengan Pak Rudi tadi pagi.
Ibu Ningrum terlihat gelisah. Widi melirik ke nakas, tafsir Alqur’an ada diatasnya. Widi meraih tafsir itu dan mulai membacakan surah Yasin. Widi mendekatkan wajahnya ke telinga Ibu Ningrum. Dengan tartil Widi melantunkan ayat suci itu di telinga kanan Ibu Ningrum. Perlahan seiring dengan bacaan Widi, Ibu Ningrum terlihat mulai tenang.
Selesai membaca surah Yasin, Widi kembali mengukur tekanan darah ibu Ningrum, tak lama berselang dokter Ridwan datang .
“Berapa tekanan darah Ibu Ningrum suster”
“80/60 dokter, sepertinya sudah semakin menurun , jam sepuluh tadi masih 90/60, apa perlu kita berikan Dopamin?”
“Baik kalau begitu, berikan dopamin melalui syiring pump”
Tanpa menunggu waktu lagi Widi segera ke ruang peralatan dimana syiring pump di simpan, bergegas Widi kembali kekamar Ibu Ningrum dengan Dopamin yang baru diambilnya dari laci obat, segera dioplosnya dengan cairan infuse yang digunakan Ibu Ningrum. Dokter Ridwan memberikan instruksi berapa mg/kg berat badan yang harus diberikan untuk ibu itu.
Setelah memasangkannya dengan menggunakan triway melalui selang infus ditangan kiri Ibu Ningrum, Widi segera mengatur syiring pump sesuai instruksi Dokter Ridwan tadi.
Ketegangan terlihat jelas diwajahnya. Widi kembali mengukur tekanan darah Ibu Ningrum. “Masih sama” gumamnya lirih. Meskipun hal ini untuk yang kesekian kali dialaminya, tak urung tetap membuat hati Widi remuk
“Halo, Pak Rudi, saya suster Farah, dari RS Mitra Anda, Apakah Bapak bisa segera kesini Pak, kondisi Ibu anda semakin memburuk Pak” Farah yang sedari tadi menghubungi Pak Rudi akhirnya berhasil berbicara dengan anak Ibu Ningrum.
“Baik, suster saya sedang dalam perjalanan kesana, terima kasih” telpon dimatikan.
Pak Rudi muncul dari balik pintu. Setelah mendengarkan penjelasan dokter Ridwan, Pak Rudi menghampiri ibunya dan mulai membacakan kalimat syahadat ketelinga sang Ibu.
Keadaan Ibu Ningrum semakin memburuk. Dua jam setelah dopamine diberikan ,tak membawa reaksi apapun terhadap tekanan darahnya, tekanan darah Ibu Ningrum terus turun, dan turun. Sampai tiba-tiba, flat panjang menghiasi monitior EKG. Innalillahi wa Inna ilaihi raji’uun. Ibu Ningrum meninggalkan anak dan seluruh hartanya diiringi kalimat syahadat yang dibacakan oleh putranya.
Dokter Ridwan yang hendak melakukan RJP, mengurungkan niatnya karena dilarang oleh Pak Rudi.
“Biarkan Ibu beristirahat dengan tenang dokter, saya sudah mengikhlaskan kepergian beliau, karena Allah memberikan yang terbaik untuk beliau, dengan kembali kepada Nya.”
*****
“Widi, rasanya sudah tidak ada yang kurang kan, coba kamu ingat-ingat kira-kira apa pekerjaan yang belum kita kerjakan, masalahnya pagi ini suster Keni‘si pencatat dosa’ sudah datang” Farah sibuk merapikan kembali laporan tugas mereka malam tadi.
“Saya rasa sudah semua Mbak.”
Farah mulai membacakan laporan tugas mereka malam tadi kepada rekan sejawatnya yang bertugas pagi ini. Sementara itu Widi merapikan beberapa kamar pasien yang belum sempat dirapikannya tadi.
Suster Marni koordinator ruangan itu menemani Suster Keni untuk mengunjungi pasien- pasien kekamar mereka. Suster Keni sudah datang sejak jam tujuh tadi pagi.
“Akhirnya selesai juga tugas kitaWid, ayo kita pulang” ujar Farah setelah semua tugas sudah dilaporkan.
“Suster-suster, tunggu sebentar” panggil Suster Marni ketika mereka berdua melangkah meninggalkan Nurse station itu.
Widi dan Farah saling berpandangan, kedua perawat yang terlihat sangat lelah itu saling mengangkat bahu mereka, dengan setengah bingung mereka berdua segera menghampiri Suster Marni.
“Kalian berdua ditunggu diruangan dokter Feni, sekarang.”
“Ada masalah apa Bu, kenapa kami harus keruangan Dokter Feni” Tanya Farah bingung, karena kalau keruangan Dokter Feni, berarti ada kesalahan besar yang sudah mereka lakukan, apakah ada hubungannya dengan kematian Ibu Ningrum semalam. Tapi mereka sudah melakukan tugas sesuai prosedur RS ini, disamping itu dokter Ridwan pun berada disana saat Ibu Ningrum menghembuskan nafas terakhirnya.
“Aduh, Ibu tidak habis fikir, kenapa suster Keni yang langsung menemukan masalah kalian, kenapa bukan Ibu” Sesal suster Marni.
“Ayo, kalian sudah ditunggu di ruangan dokter Feni” Suster Marni melangkah menuju ruangan Dokter Feni diiringi oleh Widi dan Farah yang berjalan dengan jantung berdebar.
Widi mulai membaca zikir dalam hati, karena hanya itu yang membuat dia merasa tenang.
“Selamat pagi Dok” Farah dan Widi menyapa dokter Feni.
“Hmm, pagi, silahkan duduk” jawab Dokter Feni dingin.
“Semalam siapa yang bertugas memberikan obat kepada pasien” Dokter Feni dengan wajah masamnya mulai melancarkan pertanyaan.
“Saya Dokter” jawab Widi.
“Obat apa yang sudah kamu berikan kepada Pak Irwan”
Pak Irwan? Widi mengernyitkan alisnya, Farah yang mengambil alih tugasnya itu, karena semalaman Widi memantau Ibu Ningrum yang akhirnya meninggal.
“Ayo jawab!” bentak dokter Feni.
“Subhanallah!” Widi terlonjak kaget
“Semalam saya tidak memberikan obat apapun kepada pak Irwan dokter, karena saya bersama dokter Ridwan memperhatikan Ibu Ningrum”
“Kamu jangan berkilah, karena Pak Irwan mengatakan obat yang biasa diberikan kepadanya tidak sama dengan yang dia dapatkan tadi malam.”
“Maaf dokter, saya yang seharusnya memberikan Amoxilin kepada pak Irwan, tapi karena semalam keadaan ibu Ningrum yang memburuk, saya lupa memberikan obat itu. jadi tidak ada seorang pun yang menyuntikkan obat kepada Pak Irwan” jelas Farah.
“Benar, dokter Feni, mereka berdua bersama saya memantau kondisi ibu Ningrum yang terus memburuk.” Dokter Ridwan memberikan pembelaan.
“Saya tidak percaya, karena pasien sendiri yang mengatakan hal itu kepada suster Keni, dan karena kesalahan yang kalian lakukan maka segera buat surat pengunduran diri kalian, mulai saat ini kalian berdua DI PECAT!.”
“Tapi dokter, ijinkan kami menanyakan hal itu kepada Pak Irwan dulu” Widi dan Farah berusaha membela diri.
“Tidak perlu, kalian berdua silahkan meninggalkan ruangan saya.”
Dengan langkah lunglai kedua perawat yang baru saja kehilangan pekerjaan mereka, segera meninggalkan tempat itu.
*****
“Suster Marni beberapa hari ini saya tidak melihat suter Widi dan suster Farah” Pak Irwan muncul didepan nurse station ketika pamit hendak pulang.
“Iya Pak, mereka sudah tidak bekerja disini lagi”
“Tidak bekerja disini, padahal saya mau menanyakan kenapa suster Widi tidak menyuntikan obat saya sewaktu dia jaga malam kemarin. Sampai sampai saya ketiduran dan bermimpi suster Widi salah menyuntikan obat.”


Bekasi 28 desember 2005

Polio


Pada akhir bulan April lalu, Negara kita tercinta ini digemparkan dengan KLB [ Kejadian Luar Biasa ] yang terjadi didaerah Sukabumi yaitu ditemukannya sejumlah anak balita yang menderita Polio atau penyakit lumpuh layuh. Sampai tanggal 12 mei 2005 ditemukan 16 orang anak yang menderita penyakit ini. 2 diantaranya sudah lumpuh layuh. Sebenarnya apa sih penyakit Polio itu ? Dan bagaimana cara penularannya serta bagaimana pula cara pencegahannya ?.
Polio atau lengkapnya Poliomyelitis adalah penyakit menular yang menyebabkan kelumpuhan pada anak-anak. Penyakit ini disebabkab oleh virus yang biasanya menimbulkan penyakit ringan saja. Tetapi terkadang virus ini menyerang system saraf pusat [ otak dan sumsum tulang belakang ]. Kalau ini terjadi maka kita akan mengalami kelumpuhan pada sebagian anggota badan kita.
Kalau kelumpuhan mencapai otot-otot pernapasan, maka penderita akan mengalami kegagalan pernafasan yang bisa mengakibatkan penderita meninggal.
Nah penyakit polio yang ditemukan sekarang di Sukabumi itu adalah penyakit polio liar.
Dugaan sementara virus polio liar ini terbawa dari Arab Saudi ke Indonesia oleh Tenaga Kerja Indonesia atau oleh jamaah haji Indonesia atau mungkin pila oleh orang asing yang sering datang ke Indonesia hingga kepelosok daerah di Sukabumi. Iiih serem ya…
Tapi alhamdulillah pada tahun 1950 an para ahli sudah menemukan vaksinnya atau anti bodi terhadap virus polio. Yaitu virus polio yang sudah dilemahkan, dan disimpan dalam suhu tertentu. Biasanya disimpan dilemari pendingin.
Vaksinasi ini diberikan pada saat kita masih bayi, yaitu sewaktu kita berumur 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Dan biasanya pada umur lima tahun akan diberikan lagi vaksin polio sebagai penguatan.
Jadi jika kita ingin terhindar dari penyakit polio maka kita sebaiknya melakukan vaksinasi polio itu karena salah satu cara agar kita terhindar dari penyakit yang sangat menular itu adalah dengan vaksinasi polio.
Terus, kalau seseorang terserang virus polio bagaimana tanda dan gejalanya?
Pada sebagian anak jika terserang virus ini tidak menunjukkan gejala apapun [ 90-98 persen ] . Sedangkan sebagian yang lain akan menunjukkan gejala seperti demam ringan, sariawan, pusing, dan muntah setelah masa tunas [virus mulai aktif didalam tubuh ] tiga sampai lima hari. Setelah itu, beberapa hari kita kan sembuh seperti sediakala [4-8 persen]
Tetapi pada sebagian kecil penderita polio ini [ 1 persen ], setelah gejala ringan diatas akan timbul tanda tanda peradangan selaput otak [ meningitis ] . Demam, pusing hebat, leher dan punggung terasa kaku, otot-otot terasa sakit,tak lama kemudian dapat menyusul kelumpuhan. Hal inilah yang sangat ditakutkan bila tejadi pada penderita polio. Kaki dan badan bagian bawah adalah tempat yang sering menjadi lumpuh.
Pada seseorang yang terkena penyakit polio ringan atau yang tidak mengalami kelumpuhan, hanya perlu obat untuk mengurangi rasa sakit dan istirahat ditempat tidur. Pada penderita yang mengalami kelumpuhan, diperlukan fisioterapi agar otot tidak mengalami penyusutan selama diserang virus polio ini. Kalau sudah sembuh otot harus dilatih untuk bekerja kembali. Dan pendrita bias kembali normal seperti biasa.
Untuk memastikan virus yang menyerang, dokter akan mengambil sedikit cairan otak melalui suntikan lumbar, atau dari usapan tenggorokan atau dari tinja. Kelumpuhan otot yang disertai demam tinggidemikian khas pada polio berat, sehingga dokter dapat dengan cepat menentukan diagnosa.
Kalau bagian bawah lumpuh, maka penderita polio ini tidak dapat buang air sendiri, sehingga memerlukan selang yang dipasangkan disaluran kencing untuk membantu mengeluarkan air kencingnya.
Kalau bagian atas badan yang lumpuh, penderita polio harus menjalani operasi trakeostomi yaitu operasi yang dilakukan didaerah tenggorokan guna memasukkan selang agar penderita dapat bernapas, penderita tersebut juga membutuhkan bantuan mesin pernapasan buatan.
Bagaimana cara penularannya ?
Pada cairan tenggorokan penderita polio mengandung virus polio yang dapat menular satu sampai dua minggu. Dan pada kotoran penderita polio, virus bisa terkandung enam hingga tujuh minggu. Jadi virus itu akan menular jika penderita polio membuang ludah sembarangan atau buang air besar sembarangan.
Setelah kita tahu arti polio dan cara penularannya, tentunya kita tidak ingin tertular penyakit itu bukan ? Maka untuk itu kita harus tahu bagaimana cara mencegah penyakit itu agar tidak sampai menular kepada kita yaitu
--- Dengan imunisasi polio seprti yang sudah dijelaskan diatas tadi
--- Dengan menjaga kebersihan lingkungan kita.
--- Makan makanan yang bergizi agar daya tahan tubuh kita kuat.
--- Menjaga kebersihan makanan.
--- Tidak buang air besar di kali atau selokan.
--- Mencuci tangan dengan sabun setiap sebelum makan dan sesudah makan.
Ah aku kan takut diimunisasi !.
Pasti ada diantara kita yang berpikiran begitu, karena dalam pikiran kita bahwa sewaktu imunisasi dokter atau petugas kesehatan akan menyuntik kita, itu memang benar, tapi untuk imunisasi polio, kita tidak perlu disuntik karena vaksin polio diberikan melalui mulut. Dokter atau petugas kesehatan akan meneteskan kemulut kita beberapa tetes vaksin polio, rasanya tidak pahit, tapi tawar. Setelah itu selesai. Nah pasti sekarang kita tidak takut lagi untuk diimunisasi polio kan.
Saat ini pemerintah sedang melakukan imunisasi polio gratis serentak secara missal untuk 5,2 juta anak diseluruh Indonesia yaitu pada tanggal 31 Mei dan 28 Juni 2005.
Sumber : Ensiklopedi kesehatan drs. T. Hermaya S. Th PT Cipta Adi pustaka.
Hal, 428.
Catatan kesehatan bayi dan anak RS. Hermina Bekasi. Hal, 6 .

Kuda Laut yang Unik


“Itu lihat ada kuda laut!”seru Ana sambil menunjuk kuda laut yang sedang berenang didalam aquarium besar. Hari Minggu ini Ana dan seluruh anak panti asuhan Darul Qalam sedang menikmati liburan di Sea Word.
Dengan antusias teman-teman Ana melihat kearah yang ditunjuk Ana. Benar, mereka melihat sekumpulan kuda laut yang asyik berenang. Tapi… lucu ya, kuda laut berenang dengan tubuh tegak. Subhanallah ! tahukah kalian beberapa keunikan yang diberikan Allah untuk kuda laut.
Kuda laut yang bernama latin Hippocampus kelloggi jordanet snider ini, berwarna kuning dan putih.
Bentuk dan susunan tubuh kuda laut memiliki rancangan yang sangat khusus. Tubuh kuda laut ditutupi baju zirah ( baju perang ) yang terbuat dari tulang, berguna untuk melindungi tubuh mereka dari bahaya. Baju zirah ini sangat kuat, sehingga jika kuda laut sudah mati dan mengering, kita tidak akan bisa menghancurkan tubuhnya hanya dengan menggunakan tangan saja. Tapi ingat, meskipun sejenis ikan, kuda laut tidak mempunyai sisik seperti ikan lain loh.
Kuda laut dapat menyamar atau berkamuflase dengan cara menyerupai bentuk dan warna kulit lingkungan sekitarnya.Ukuran mereka sekitar 4 sampai 30 cm, kepala kuda laut terletak membentuk sudut siku-siku. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh ikan lain.
Mereka berjalan dengan tubuh tegak. Kuda laut juga bisa loh, mengangguk-anggukkan kepalanya keatas dan kebawah seperti kalian, tapi dia tidak bisa menggelengkan kepala atau menoleh ke kiri dan ke kanan.
Kuda laut tidak pernah berenang jauh-jauh dari karang, untuk menghindarikan diri dari bahaya. Dia sering berdiam diri dan menambatkan ekornya pada karang-karang atau celah bebatuan. Kuda laut berenang hanya perlahan-lahan dalam posisi berdiri. Makanan kesukaan kuda laut adalah udang-udang kecil. Makanya kuda laut biasanya tinggal disepanjang paantai diantara ganggang laut dan tumbuhan lain.
Mata kuda laut juga unik loh, masing-masing mata mereka bisa melihat dua benda yang berbeda pada waktu yang sama!. Wow hebat ya !
Di dunia satu-satunya hewan jantan yang bisa hamil adalah kuda laut. Telur yang sudah dihasilkan oleh betina, dibuahi, dijaga, dan di simpan didalam perut kuda laut jantan selama 10 hari hingga 6 Minggu sampai menetas.
Telur yang siap menetas akan dilahirkan dalam waktu 30 menit. Jumlahnya antara 15 hingga 1000 ekor. Setelah melahirkan anak-anaknya, kuda laut jantan pun siap untuk menyimpan telur kembali.
Bayi-bayi kuda laut mirip sekali dengan induknya, tapi dengan ukuran yang lebih kecil tentunya,mereka mampu mencari makan sendiri setelah dilahirkan.
Kebanyakan spesies yang dikenal, Ibu dan Bapak kuda laut adalah pasangan yang setia, mereka tidak pernah berganti pasangan seumur hidup mereka. Pokoknya sehidup semati deh. Maha suci Allah yang sudah menciptakan makhluknya dengan beraneka ragam

Imam Kecil Amru Bin Salamah

Sejak tadi Amru memperhatikan kegiatan orang-orang yang sedang mempelajari Alqur’an dirumah Rasulullah SAW. Amru duduk di dekat jalan menuju rumah Rasulullah SAW
“Aku juga mau belajar seperti mereka, tapi bagaimana caranya ya?” Tanya Amru dalam hati. Tak lama menunggu, Amru melihat beberapa orang keluar dari rumah Rasulullah SAW.
“Sepertinya pengajian itu sudah selesai” batin Amru, bergegas Amru berdiri dari duduknya dan menghampiri salah satu dari orang yang sudah berjalan meninggalkan rumah Rasulullah SAW.
“Assalmualaikum Pak, bolehkah saya bertanya sesuatu ?”
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, apa gerangan yang hendak kamu tanya Amru?” jawab si Bapak sambil memegang pundak Amru.
“Saya ingin sekali belajar Al Qur’an seperti Bapak, tapi saya malu datang kerumah Rasulullah SAW, karena saya masih kecil, umur saya baru 7 tahun Pak”
“Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau saya saja yang memberitahukan kepada kamu apa yang baru saja kami pelajari”
Amru kecil mengangguk senang. Beberapa saat kemudian Amru sudah terlihat serius memperhatikan pelajaran yang di ajarkan oleh Bapak itu.
Amru memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Setelah Amru mengerti , si Bapak meminta Amru untuk mengulangi hafalan itu. Subhanallah! Amru berhasil mengulangnya. Dengan wajah gembira Amru berterima kasih kepada si Bapak.
Mereka berdua kembali kerumah mereka masing-masing. Di perjalanan menuju rumah, Amru terus membaca hafalan Alqur’an yang baru dipelajarinya.
Sejak saat itu, Amru selalu menunggu orang-orang yang baru selesai mengikuti pengajian di rumah Rasulullah SAW. Setiap orang-orang itu selesai mengaji, Amru selalu meminta mereka mengajarkan untuknya.
Suatu hari, kaum muslimin berhasil menaklukkan kota mekah dari orang kafir Quraisy. Pada saat itu mereka belum punya pemimpin atau yang biasa di sebut Imam.
Dengan kebingungan, para kaum muslimin mendatangi Rasulullah SAW, dan menanyakan siapa sebaiknya yang akan menjadi pemimpin mereka.
Rasulullah SAW menjawab, “ajukanlah orang yang paling banyak hafalan Al Qur’annya.”
Kaum muslimin pun sibuk mencari siapa orang yang paling banyak hafalan Al Qur’an nya. Mereka mendengarkan beberapa penghafal Al Qur’an membacakan hafalannya, Akhirnya pilihan mereka jatuh kepada Amru bin salamah, karena dari para hafidz itu, Amru bin salamah lah yang paling banyak hafal Al Qur’an.
“Ya Rasulullah, kami menemukan anak ini sebagai orang yang paling banyak hafal Al Qur’an, bagaimana pendapat Tuan?”
“Karena anak itu memenuhi syarat ku, maka segeralah kalian mengangkatnya sebagai imam bagi kalian semua” jawab Rasulullah SAW dengan tegas.
Dengan gembira dan bangga warga muslim mekah, menobatkan Amru bin salamah menjadi pimpinan mereka.
Subhanallah ! kecil-kecil Amru sudah jadi Imam ya, bagaimana dengan kita, dan hafalan Al Qur’an kita?.

Biografi Penulis

Nelfi Syafrina, lahir di Bukittinggi Sumatera Barat, pada tanggal 3 september 1975.
Pendidikan terakhir adalah SPK, yaitu sekolah perawat kesehatan. Di Bukittinggi pada tahun 1996. Sebanarnya setelah menyelesaikan Sekolah Dasarnya Nelfi melanjutkan sekolah menengah pertamanya di Pesantren MTI Candung Baso Sumatera Barat.
Dari pengetahuan di pesantren inilah kelak, buku yang kalian baca ini Nelfi tulis. Namun karena keadaan Bapak Nelfi yang sering sakit, maka Nelfi memutuskan untuk pindah sekolah ke SPK. Selanjutnya pada tahun 1997 Nelfi bekerja di RS Mitra keluarga Bekasi Barat. Pada tahun 1998 menikah dengan Syarmi Benusi, dan dikaruniai seorang putri yang cantik bernama Syifa ananda, pada tahun 1999.
Karena ingin mengasuh dan merawat putri kecilnya, maka Nelfi, memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai perawat di RS, untuk menjadi ibu rumah tangga atau perawat di rumah . Setelah dirumah Nelfi mencoba mengisi waktunya dengan belajar menulis, selanjutnya membacakan tulisan itu untuk anaknya, karena Syifa kecil memang sangat suka mendengar cerita sang bunda.
Tahun 2003 lahirlah adik Syifa yang bernama Hikmal Akbar. Pada tahun berikutnya Nelfi yang ingin lebih serius mendalami dunia kepenulisan, mengikuti pelatihan menulis cerita anak di majalah Ummi. Dan Alhamdulillah Cerpen yang berjudul Surat Rahasia, dimuat di Koran Singgalang, yang terbit di padang. Meskipun beberapa cerpen yang di kirim ke Kompas Anak tidak pernah dimuat, Nelfi tak berputus asa.
Pada Tahun 2006, Bukunya yang berjudul Tips Agar Tidak Gonta Ganti Pembantu (Media Sukses ), Di terbitkan Buku ini di peruntukkan untuk keluarga yang mempunyai pembantu. Pada tahun yang sama, tepatnya diakhir tahun 2006 tulisan nelfi yang pertama bertema cerita anak islami diterbitkan oleh penerbit zikrul hakim yang berjudul laptop ajaib. Bulan maret 2007 tulisan berikutnya yang bertema cerita anak islami juga diterbitkan oleh penerbit zikrul hakim judulnya berpetualang ke negeri sain bersama Lepi. Tulisan ini merupakan lanjutan dari cerita laptop ajaib. Kalau ada yang ingin mempunyai buku ini silahkan membeli di toko buku gramedia dan gunung agung. Atau langsung ke penerbit zikrul hakim. Cerpen anak yang Nelfi tulis juga pernah di muat di majalah Ummi th 2007 bulan juli dengan judul suara kodok. Dan tahun 2006 bulan juli di harian daerah Singgalang yang berjudul Kejutan untuk Gina. Ok. Terima kasih…sampai bertemu kembali.

Berkaca Pada Pengamen Jalanan


Suatu hari saya sedang berada didalam sebuah bis kota yang akan membawa saya ke tempat tujuan kami yaitu daerah salemba. Ketika bis sedang melaju perlahan sembari menaikkan penumpang, seorang pengamen jalanan masuk kedalam bis dan mulai mengucapkan salam serta beberapa patah kata pembuka untuk memulai pekerjaannya.
Saya yang ketika itu duduk dibangku barisan ketiga dibelakang sopir, tidak bisa memperhatikan dengan leluasa tampang pengamen yang sedang memulai pekerjaannya itu. Tapi meskipun demikian saya tetap bisa mendengarkan apa-apa yang diucapkan oleh pengamen itu.
Mulailah sang pengamen dengan tempang pertamanya. Dengan menggunakan alat musik gitar dan harmonika. Tembang yang berbau countri itu (saya rasa begitu) dinyanyikan sang pengamen dengan sebaik-baiknya bersamaan dengan membawakan alat musik yang digunakannya.
Sekilas saya menikmati nyanyian yang dibawakan sang pengamen, sepertinya bisa membawa suasana yang lain didalam bis kota yang lumayan sumpek. Tapi…saya berpikir serasa ada suatu tambahan alat musik lain yang dibawakan oleh sang pengamen.
Akhirnya dengan rasa penasaran saya menoleh kearah pengamen yang berada beberapa barisan bangku dibelakang saya.
Dan … ternyata… memang benar! Sang pengamen menggunakan alat musik tambahan lagi yang diketukkan kegitar sambil memetik senar gitar. Alat musik itu berupa sebuah botol plastik kecil yang berisi [seperti] pasir . Tiga alat musik itu sekaligus digunakannya ketika sedang membawakan lagu yang dinyanyikannya.
Seketika saya merasa terpana dengan apa yang dilakukannya. Bagaimana bisa dia memainkan alat musik sekaligus tiga dengan disertai lantunan suara yang memukau. Pastilah memerlukan latihan yang cukup keras agar semuanya bisa terdengar seirama dan harmonis.
Setelah tiga lagu yang dibawakan sang pengamen, maka ‘pertunjukan’ yang memukau itu pun berakhir. Diiringi beberapa nasehat agar kita para penumpang tidak melupakan barang bawaan kita, dan agar kita selau berhati-hati dalam perjalanan kita. Serta diiringi sebuah do’a agar kita selamat sampai ditujuan. Setelah itu sang pengamen mulai menyodorkan ‘kantong’ yang sudah disiapkannya kepada para penumpang bis kota yang sepertinya terhipnotis dengan ‘pertunjukan’ yang disuguhkannya.
Subhanallah! Uangpun mengalir dari kantong parapenumpang bis yang sedang berjalan itu. saya yang ikut menikmati pertunjukan itu pun serasa ‘wajib’ memberikan sedikit dari uang yang saya miliki. Ketika ‘kantong’ sang pengamen sampai didepan saya, saya sudah melihat beberapa uang seribuan. Padahal itu baru dibarisan bangku ketiga.
Semakin kebelakang, semakin banyak saya mendengarkan gemerincing uang yang terdengar berjatuhan dalam ‘kantong’ pengamen tadi. Diiringi ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dari mulut pengamen itu.
Ketika itulah saya jadi berpikir. Ternyata untuk melakukan pekerjaan kita. Maka kita harus benar-benar optimal dalam melaksanakannya. Dan juga diperlukan kreatifitas yang selalu bertambah. Agar apa yang kita harapkan akan menjadi kenyataan.
Selama ini saya terasa sangat sulit untuk mengembangkan kreatifitas saya dalam menulis. Padahal saya begitu ingin untuk mendalami dunia menulis teruatama menulis cerita untuk anak. Setiap tulisan yang sudah saya buat dan kirimkan selalu dikembalikan dengan alasan tema yang sama sudah pernah dimuat. Atau tema terlalu biasa.
Dan bahkan pernah tidak dikembalikan sama sekali. Sampai-sampai saya hampir berputus asa dengan keinginan saya untuk terus menulis. Untunglah sang pengamen jalanan tadi ‘didatangkan’ Allah kepada saya untuk kembali membangkitkan semangat terhadap cita-cita dan keinginan saya. Yang insyallah akan membuat saya mencari ide-ide yang lebih kreatif agar tulisan saya bisa dimuat dimajalah atau Koran. Seperti yang saya, dan keluarga harapkan selama ini.
Terima kasih pengamen jalanan. Walaupun aku tidak tahu namamu, dan dari mana kamu berasal tapi, kamu sudah memberikan pelajaran yang berharga untukku.
Terima kasih ya Allah telah memberikan hidayah kepada hamba-Mu.