Kamis, 19 November 2009

mengelola marah


Siapapun pasti pernah marah, masalahnya bagaimana kita bisa menelola marah itu sehingga bisa tersalurkan dengan baik. Hari senin ini seperti biasanya aku harus mengajar murid-murid kecilku di TPA dekat rumah. Namun karena ada tukang dirumah yang sedang memperbaiki atap rumahku yang bocor, jadi mau tak mau aku harus minta ijin kepada kepala TPA bahwa aku tidak bisa masuk pada hari ini lewat SMS ke HP beliau. Meskipun beliau tidak membalas SMS ku aku yakin beliau sudah membacanya dan mengijinkan aku untuk tidak masuk. Jika pekerjaan tukang itu selesai sebelum jadwal mengajarku, maka aku akan tetap berangkat mengajar, demikian janjiku dalam hati.
Benar saja, tukang yang bekarja di rumahku sampai jam empat sore dimana saatnya aku harus mengajar, masih saja berkutat dengan pekerjaannya yang hampir rampung. Dengan sangat terpaksa aku tidak bisa bertemu dengan murid;murid kecilku itu... Namun baru sepuluh menit berlalu dari jam $ sore, suara telpon memanggilku, segera kuangkat telpon dan menyapa orang yang di seberang sana dengan salam. belum selesai salam yang ku ucapkan, sang penelpon berteiak-teriak menyuruhku masuk dan mengajar di TPA, alasannya guru yang biasa bersamaku juga tidak hadir. Dengan teriakan marah sang penelpon tidak memperdulikan alasanku tidak bisa masuk hari ini. Dia meminta aku meninggalkan tukang yang sedang bekerja untuk datang ke TPA saat itu juga. Subhanallah... benar-benar seseorang yang tidak bisa mengontrol marahnya sama sekali, karena belum selesai aku menjelaskan alasannku sang penelpon buru; buru mematikan telponnya dengan alasan pulsanya habis.
Lama aku tercenung, antara kesal karena alasanku tidak di dengar, marah karena tiba-tiba dia mematikan telponnya, dan sedih karena sang penelpon yang aku kenal itu ternyata tidak seperti yang selama ini aku bayangkan. Orang yang selama ini baik dalam pikiranku, karena aku memang baru mengenalnya kurang lebih setahun ini, ternyata tidak bisa mengontrol marahnya sehingga harus berteriak teriak di telpon hanya untuk masalah sepele karewna ketidak adaan guru. Maha benar Allah dan rasulNya, janganlah marah.. sesungguhnya setan bersama orang yang marah, jika kamu marah maka bersegeralah berwudhu. Karena api { syetan } akan lenyap bila di lawan dengan air { wudhu }. Semoga Allah memaafkan sahabatku ini, dan semoga aku juga bisa lebih mengotrol marah dengan cepat-cepat berwudhu ketika marah. amin...

Liqo


Selasa 17 nov 09
Hari ini insyaallah ada Liqo di rumah, aku bingung mau masak apa. Seperti biasa jika ada acara-acara seperti ini , kadar kebingunganku akan meningkat. Masalahnya aku tidak begitu ahli dalam memasak. Paling cuma masak telur, tahu tempe ayam. Semuanya biasanya di sambel atau di gulai. Nah.. untuk makanan seperti snack aku tidak bisa. Paling cuma bolu kukus biasa. Sekarang apa yang harus aku masak untuk para tamuku nanti. mau pesan, sepertinya sudah telat . Karena sekarang sudah j am 8, sudah tidak ada yang mau menerima pesaan yang akan diambil siang ini. Kalau masak... aku bigung apa yang akan aku masak...
Subhanallah.. Allah benar- benar bersama hambanya . Apalagi hambaNya yang sedang kebingungan seperti aku. Sehabis mengantar anak-anak sekolah. Aku termangu di depan pintu pagar rumah memikirkan masakan apa yang akan ku suguhkan untuk tamuku nanti. Beberapa saat berdiam di depan pagar itu, tiba;tiba datang seorang ibu menghampiriku. Ibu yang ku kenal sebagai istri dari satpat komplek rumahku ini menawarkan agar aku membeli bolu buatannya yang uangnya akan dia gunakan untuk periksa kehamilan di bidan dekat rumah.
Sesaat aku terpana... Allah mempertemukan hambNya yang mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam sebuah kesempatan yang sama.. Aku langsung menanyakan bolu yang di maksud ibu itu, dan menanyakan berapa harganya. setelah sang ibu memberitahu bahwa b olu yang di buatnya adalah bolu coklat yang di taburi meses. Degan harga duapuluh ribu satu loyang. Aku otomatis mengangguk mengiyakan bahwa aku akan membeli bolu itu.
Terima kasih ya Allah, berkurang satu masakan yang harus aku masak. sekarang saatnya membuat masakan yang lain. dan aku sudah tau harus memasak apa. Lontong sayur, dan seloyang puding... aku hanya akan membuat kuah sayurnya besrta puding. Ketupatnya yang udah jadi akan ku beli di pasar. Yap beres...

Minggu, 01 November 2009

Succes and Lucky


--From testmagic.com

I
fully agree with the claim that there is no correlation between success
and luck. Moreover, I understand success to refer to one’s ability to
achieve the predominant part of his goals in his lifetime, which in
turn leads to a correlation between success and income since the
accomplishment of such a natural goal as to provide a good future for
your loved ones demands the means. What is the simplest and most lawful
way to earn enough to consider yourself a successful person? To receive
a good education and to find a good job. Both receiving an education
and making a career presuppose one’s readiness to work hard, and
success without hard work is simply not possible for the vast majority
of the world's population. The reasons and examples listed below will
strengthen my point of view. First of all, considering an education and
a career as key factors of success, one will choose to pursue a degree
from a college or a university. One wishing to be admitted to the
university will have to take several tests. It is doubtful that someone
will be so lucky that knowing nothing, he could pass the test with a
high score. A low score means failure, and that test taker will not
likely be admitted. Therefore, in order to be successful, one should
prepare for the tests and work hard, because a good education will
provide him with a good job and an opportunity to accomplish some of
his goals and dreams. In my lifetime, I have never met a person who
could graduate from a college without working hard.
Secondly, it is impossible to make a career if one is indolent and
lacking knowledge, at least in developed countries. Luck plays no role
in achieving this success. Even if someone was unbelievably lucky
enough to become a manager not being qualified enough, he will be asked
to resign in the near future because of his inability due to lack of
knowledge and experience to make right decisions. For instance, I used
to work for a very small company owned by a friend. This company was
later closed because of bankruptcy. The cause of bankruptcy was wrong
strategies and decisions made by the owner. After the failure, he went
to a university and worked for another company so that he could obtain
experience and become a successful businessman. Nowadays, he considers
himself a successful person because he had turned into reality his two
biggest dreams of producing consumer goods of high quality and making
charitable donations to needy people.
In sum, as long as someone understands success as an ability to turn
into reality some of his dreams and goals, he will have to work hard
because he will need money. And his chances to earn that money will
remarkably increase if he could graduate from a college and make a
career. All of these things are simply not possible without hard work.
Luck has no place in such a scheme of events.