Senin, 07 November 2011

Mengajak Hauzan Berenang

Alhamdulillah Hauzan sudah 14 bulan. Kami sekeluarga mengajaknya 
berenang. Ketika pertama kali masuk kolam renang, Huazan menangis. pelan-pelan diajak bapaknya ke tengah kolam arus. lama-lama Hauzan terbiasa, malah menolak untuk keluar kolam. ^_^

Malamnya di rumah, Hauzan tidur sangat nyenyak. mungkin kecapaian sehabis berenang. siang ini juga begitu, aku bisa menulis lebih banyak dari biasanya, karena setelah makan tadi Hauzan tidur, dan baru terbangun. Semoga setelah berenang ini Hauzan segera bisa berjalan. aamiin.. ^_^

Ulang Tahun paling Berkesan



     
               Emma bersedih. Dia termenung di kamarnya. Pesta ulang tahunnya akan diadakan malam ini. Papa sedang bertugas di Medan, sementara mama masih di kantornya. Padahal mereka telah berjanji akan berusaha hadir di acara ulang tahun Emma. Beberapa hari yang lalu Emma juga sudah mengajak teman-temannya datang ke rumah. Menghadiri pesta ulang tahunnya.
            “Kenapa sih Mama dan Papa belum pulang?” gumamnya lirih. Ia memandangi baju pesta yang sudah dikenakannya. Meskipun semua persiapan pesta ulang tahunnya sudah siap. Tapi tanpa kehadiran kedua orang tuanya, bukanlah pesta ulang tahun yang diharapkannya.
            “Sudahlah Emma, tante juga bisa kan mendampingi Emma meniup lilin nanti,” Tante Weni menenangkan Emma. Beliau adalah adik papa. Papa dan mama menitipkan persiapan ulang tahun Emma kepada Tante Weni.
           “Iya sih Tante, tapi aku maunya papa dan mama hadir di acara ulang tahunku,” Emma menahan tangisnya. Ia menyesal kenapa tidak mengikuti saran mama. Mama menyarankan pesta ulangtahunnya hari minggu saja. Walau lewat 3 hari dari tanggal lahirnya. Tapi Emma memaksa ingin mengadakan pesta itu hari Kamis ini. Pas di tanggal lahirnya. Hasilnya terpaksa seperti ini, mama dan papa tidak bisa cuti, karena jadwal kerja mereka sangat padat.
         “Keluar yuk, teman-temanmu sudah datang,” Tante Weni memegang lengan Emma. Emma masih diam dan tidak mau beranjak dari kursi di kamarnya.
         “Emma.., teman-teman sudah ngumpul nih,” teriak Sita sahabatnya dari luar kamar. Sita melongok di pintu kamar Emma. Ia masuk dan menghampiri Emma.
         “Kamu kenapa, kok kelihatannya sedih?” tanya Sita khawatir.
          “Ah, enggak kok. Ya udah, ayo kita mulai acaranya,” Emma berusaha tersenyum. Ia berjalan keluar kamar diiringi Sita. Di ruang keluarga sudah hadir semua teman-temannya. Mereka terlihat senang dan gembira. Harusnya aku tidak boleh bersedih, batin Emma. Kalau ia bersedih di pestanya, bagaimana dengan teman-temannya? Emma menarik napas panjang, lalu dihembuskannya kencang. Setelah itu ia tersenyum dan bergabung bersam teman-temannya.
         “Terima kasih sudah datang di acara ulang tahunku,” ujar Emma ketika acara pestanya dimulai. Tepuk tanganpun riuh terdengar. Acara pesta dimulai. Pertama acara tiup lilin dan potong kue diiring lagu selamat ulang tahun. Dilanjutkan dengan games yang sudah dipersiapkan Tante Weni untuk Emma dan teman-temannya.
      Semua anak terlihat menikmati games itu. Suara musik yang mengiringi games membuat mereka berteriak kegirangan.
           “Sekarang gamesnya untuk lima orang. Kelima peserta berjalan sambil menari mengitari 4 kursi ini, diiringi musik. Jika musik berhenti, kalian harus segera duduk. Yang tidak mendapatkan tempat duduk berarti kalah dan harus keluar dari permainan. Tante akan mengambil satu kursi setelah itu. Demikian seterusnya hingga tersisa satu kursi. Yang berhasil duduk di kursi, itulah pemenangnya dan akan tante kasih hadiah.” Jelas Tante Weni.
      “Aku..,aku Tante.., aku...,” terdengar teriakan teman-teman Emma berebutan ingin mengikuti games itu. Tante Weni dan Emma, memilih lima orang. Setelah itu gamespun dimulai. Musik dinyalakan, dan merekapun berjalan sambil menari mengitari 4 kursi yang sudah disiapkan. Sementara teman-teman yang lain mengikutinya sambil meneriakkan jogoan mereka masing-masing. Tiba-tiba musik berhenti. Mereka berebutan duduk. Teriakan teman-teman Emma semakin bergemuruh.
           “Yah.. Gina tidak dapat kursi, berarti kamu kalah,” seru Emma. Lalu gamespun berlanjut. Suara teman-teman Emma semakin riuh meneriaki jagoan mereka masing-masing. Ketika kursi terakhir tinggal, hanya ada dua peserta yang tersisa. Mereka kembali berjakan sambil menari mengitari kursi. Hingga mereka memperoleh satu pemenang. Tante weni mwmbwrikan hadiah untuk Katya yang berhasil menang.
           Zap! Tiba-tiba listrik di rumah Emma padam. Semua anak berteriak ketakutan.
          “Tenang-anak-anak!” terdengar suara Tante Weni di tengah suara ketakutan mereka. “Sebentar tante ambil lampu emergensi dulu,” tambah Tante Weni.
        “Yah.. gimana nih..” Emma hampir menangis. Kesedihannya tadi sudah berkurang, tapi kenapa harus mati lampu ketika ia sedang merayakan hari ulangtahunnya.
        “Kriing...,” “whuaa...!” suara telepon rumah mengagetkan Emma dan teman-temannya. Perlahan Emma berjalan menuju meja telepon.
          “Halo! Bisa bicara dengan Emma?” terdengar suara seorang anak dari ujung telepon.
         “Iya, saya sendiri, ini siapa?” Emma bingung, siapa yang menelponnya. Semua temannya hadir di sini. Apalagi Emma tidak begitu mengenal suara di telepon itu.
          “Aku Lusi, hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu,” ujar suara anak perempuan itu. Seolah ia sudah mengenal Emma cukup lama.
          “Oh terima kasih, sudah ya, listrik di rumahku lagi mati nih,” Emma meletakkan gagang telponnya.
          “Tunggu Emma, bisakah kamu melihat keluar rumah sebentar?”
         “Maksud kamu apa?” Emma mulai kesal.
        “Aku ingin kamu keluar rumahmu sebentar saja. Aku menunggumu di luar rumah.”
        “Hhh..., Baiklah,” Emma mendengus kesal. Ia segera mengembalikan gagang teleponnya. Sementara itu Tante Weni sudah menyalakan lampu emergensi. Teman-teman Emma juga sudah tidak berisik seperti tadi lagi.
          “Baiklah anak-anak, kita lanjutkanb acara kita ya,” Tante Weni kembali berdiri di tengah teman-teman Emma.
           “Sebentar Tante, ada yang menelponku tadi, dia memintaku keluar rumah.” Emma berjalan menuju pintu. Tante Weni mengikuti Emma dari belakang. Teman-teman Emma penasaran ingin tahu apa yang sedang terjadi. Merekapun berbondong  mengikuti Emma.
          HAPPY BIRTHDAY EMMA, WE LOVE U terlihat tulisan seperti itu di halaman rumah. Tulisan yang disusun dengan lilin yang menyala. Indah sekali, Emma hampir tidak percaya dengan yang baru saja di lihatnya. Ada mama dan papa tersenyum sambil membentangkan tangan mereka. Seorang anak perempuan sebayanya berdiri di samping mama.
        “Mama , Papa!” Emma berlari dan menghambur ke dalam pelukan orang tuanya.
        “Selamat ulang tahun  sayang. Maaf Mama dan Papa telat ya. Ini Lusi, Mama minta tolong dia menelponmu tadi. Lusi tetangga baru kita,” mama menunjuk rumah sebelah.
       “Hai, selamat ulang tahun  ya, tadi kebetulan aku duduk di teras, aku lihat Papa dan Mamamu sibuk mamasang dan menyalakan lilin. Aku mengajukan diri membantu mereka.” Lusi tersenyum senang.
        “Oh, terima kasih ya,” Emma memeluk Lusi.
        “Wow! Keren!” suara teman-teman Emma takjub melihat deretan lilin yang menyala itu.
       Tak lama kemudian lampupun menyala kembali. “Jadi tadi yang  tadi mematikan lampu itu Mama dan Papa ya,” tebak Emma. Karena ia melihat lampu rumah Lusi dan tetangga lainnya masih menyala. Mama dan papa mengagguk sambil tersenyum. “Ma kasih ya Ma, Pa,” Emma berjanji tidak akan berburuk sangka lagi terhadap mama dan papanya.
     Alhamdulillah, ternyata hari ini adalah hari ulang tahun yang sangat mengesankan.