Selasa, 13 Desember 2011

karyaku

Alhamdulillah segera terbit novel anak terbaru karya saya yang berjudul Kania's Dream. Novel ini di endorse oleh Pak Bondan. Selamat membaca ya..  berikut sinopsinya.
Kania seorang anak perempuan berumur 11 tahun. Ia suka memasak dan suka memanjat pohon. Pada suatu hari Kania melihat iklan lomba memasak di Tabloid Menu. Kania berniat mengikuti lomba itu, karena hadiahnya adalah berlibur ke Pulau Socotra. Pulau yang ditumbuhi pohon-pohon berbentuk aneh. Apalagi jurinya adalah Pak Bondan dan Chef Rex yang terkenal itu.

Senin, 07 November 2011

Mengajak Hauzan Berenang

Alhamdulillah Hauzan sudah 14 bulan. Kami sekeluarga mengajaknya 
berenang. Ketika pertama kali masuk kolam renang, Huazan menangis. pelan-pelan diajak bapaknya ke tengah kolam arus. lama-lama Hauzan terbiasa, malah menolak untuk keluar kolam. ^_^

Malamnya di rumah, Hauzan tidur sangat nyenyak. mungkin kecapaian sehabis berenang. siang ini juga begitu, aku bisa menulis lebih banyak dari biasanya, karena setelah makan tadi Hauzan tidur, dan baru terbangun. Semoga setelah berenang ini Hauzan segera bisa berjalan. aamiin.. ^_^

Ulang Tahun paling Berkesan



     
               Emma bersedih. Dia termenung di kamarnya. Pesta ulang tahunnya akan diadakan malam ini. Papa sedang bertugas di Medan, sementara mama masih di kantornya. Padahal mereka telah berjanji akan berusaha hadir di acara ulang tahun Emma. Beberapa hari yang lalu Emma juga sudah mengajak teman-temannya datang ke rumah. Menghadiri pesta ulang tahunnya.
            “Kenapa sih Mama dan Papa belum pulang?” gumamnya lirih. Ia memandangi baju pesta yang sudah dikenakannya. Meskipun semua persiapan pesta ulang tahunnya sudah siap. Tapi tanpa kehadiran kedua orang tuanya, bukanlah pesta ulang tahun yang diharapkannya.
            “Sudahlah Emma, tante juga bisa kan mendampingi Emma meniup lilin nanti,” Tante Weni menenangkan Emma. Beliau adalah adik papa. Papa dan mama menitipkan persiapan ulang tahun Emma kepada Tante Weni.
           “Iya sih Tante, tapi aku maunya papa dan mama hadir di acara ulang tahunku,” Emma menahan tangisnya. Ia menyesal kenapa tidak mengikuti saran mama. Mama menyarankan pesta ulangtahunnya hari minggu saja. Walau lewat 3 hari dari tanggal lahirnya. Tapi Emma memaksa ingin mengadakan pesta itu hari Kamis ini. Pas di tanggal lahirnya. Hasilnya terpaksa seperti ini, mama dan papa tidak bisa cuti, karena jadwal kerja mereka sangat padat.
         “Keluar yuk, teman-temanmu sudah datang,” Tante Weni memegang lengan Emma. Emma masih diam dan tidak mau beranjak dari kursi di kamarnya.
         “Emma.., teman-teman sudah ngumpul nih,” teriak Sita sahabatnya dari luar kamar. Sita melongok di pintu kamar Emma. Ia masuk dan menghampiri Emma.
         “Kamu kenapa, kok kelihatannya sedih?” tanya Sita khawatir.
          “Ah, enggak kok. Ya udah, ayo kita mulai acaranya,” Emma berusaha tersenyum. Ia berjalan keluar kamar diiringi Sita. Di ruang keluarga sudah hadir semua teman-temannya. Mereka terlihat senang dan gembira. Harusnya aku tidak boleh bersedih, batin Emma. Kalau ia bersedih di pestanya, bagaimana dengan teman-temannya? Emma menarik napas panjang, lalu dihembuskannya kencang. Setelah itu ia tersenyum dan bergabung bersam teman-temannya.
         “Terima kasih sudah datang di acara ulang tahunku,” ujar Emma ketika acara pestanya dimulai. Tepuk tanganpun riuh terdengar. Acara pesta dimulai. Pertama acara tiup lilin dan potong kue diiring lagu selamat ulang tahun. Dilanjutkan dengan games yang sudah dipersiapkan Tante Weni untuk Emma dan teman-temannya.
      Semua anak terlihat menikmati games itu. Suara musik yang mengiringi games membuat mereka berteriak kegirangan.
           “Sekarang gamesnya untuk lima orang. Kelima peserta berjalan sambil menari mengitari 4 kursi ini, diiringi musik. Jika musik berhenti, kalian harus segera duduk. Yang tidak mendapatkan tempat duduk berarti kalah dan harus keluar dari permainan. Tante akan mengambil satu kursi setelah itu. Demikian seterusnya hingga tersisa satu kursi. Yang berhasil duduk di kursi, itulah pemenangnya dan akan tante kasih hadiah.” Jelas Tante Weni.
      “Aku..,aku Tante.., aku...,” terdengar teriakan teman-teman Emma berebutan ingin mengikuti games itu. Tante Weni dan Emma, memilih lima orang. Setelah itu gamespun dimulai. Musik dinyalakan, dan merekapun berjalan sambil menari mengitari 4 kursi yang sudah disiapkan. Sementara teman-teman yang lain mengikutinya sambil meneriakkan jogoan mereka masing-masing. Tiba-tiba musik berhenti. Mereka berebutan duduk. Teriakan teman-teman Emma semakin bergemuruh.
           “Yah.. Gina tidak dapat kursi, berarti kamu kalah,” seru Emma. Lalu gamespun berlanjut. Suara teman-teman Emma semakin riuh meneriaki jagoan mereka masing-masing. Ketika kursi terakhir tinggal, hanya ada dua peserta yang tersisa. Mereka kembali berjakan sambil menari mengitari kursi. Hingga mereka memperoleh satu pemenang. Tante weni mwmbwrikan hadiah untuk Katya yang berhasil menang.
           Zap! Tiba-tiba listrik di rumah Emma padam. Semua anak berteriak ketakutan.
          “Tenang-anak-anak!” terdengar suara Tante Weni di tengah suara ketakutan mereka. “Sebentar tante ambil lampu emergensi dulu,” tambah Tante Weni.
        “Yah.. gimana nih..” Emma hampir menangis. Kesedihannya tadi sudah berkurang, tapi kenapa harus mati lampu ketika ia sedang merayakan hari ulangtahunnya.
        “Kriing...,” “whuaa...!” suara telepon rumah mengagetkan Emma dan teman-temannya. Perlahan Emma berjalan menuju meja telepon.
          “Halo! Bisa bicara dengan Emma?” terdengar suara seorang anak dari ujung telepon.
         “Iya, saya sendiri, ini siapa?” Emma bingung, siapa yang menelponnya. Semua temannya hadir di sini. Apalagi Emma tidak begitu mengenal suara di telepon itu.
          “Aku Lusi, hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu,” ujar suara anak perempuan itu. Seolah ia sudah mengenal Emma cukup lama.
          “Oh terima kasih, sudah ya, listrik di rumahku lagi mati nih,” Emma meletakkan gagang telponnya.
          “Tunggu Emma, bisakah kamu melihat keluar rumah sebentar?”
         “Maksud kamu apa?” Emma mulai kesal.
        “Aku ingin kamu keluar rumahmu sebentar saja. Aku menunggumu di luar rumah.”
        “Hhh..., Baiklah,” Emma mendengus kesal. Ia segera mengembalikan gagang teleponnya. Sementara itu Tante Weni sudah menyalakan lampu emergensi. Teman-teman Emma juga sudah tidak berisik seperti tadi lagi.
          “Baiklah anak-anak, kita lanjutkanb acara kita ya,” Tante Weni kembali berdiri di tengah teman-teman Emma.
           “Sebentar Tante, ada yang menelponku tadi, dia memintaku keluar rumah.” Emma berjalan menuju pintu. Tante Weni mengikuti Emma dari belakang. Teman-teman Emma penasaran ingin tahu apa yang sedang terjadi. Merekapun berbondong  mengikuti Emma.
          HAPPY BIRTHDAY EMMA, WE LOVE U terlihat tulisan seperti itu di halaman rumah. Tulisan yang disusun dengan lilin yang menyala. Indah sekali, Emma hampir tidak percaya dengan yang baru saja di lihatnya. Ada mama dan papa tersenyum sambil membentangkan tangan mereka. Seorang anak perempuan sebayanya berdiri di samping mama.
        “Mama , Papa!” Emma berlari dan menghambur ke dalam pelukan orang tuanya.
        “Selamat ulang tahun  sayang. Maaf Mama dan Papa telat ya. Ini Lusi, Mama minta tolong dia menelponmu tadi. Lusi tetangga baru kita,” mama menunjuk rumah sebelah.
       “Hai, selamat ulang tahun  ya, tadi kebetulan aku duduk di teras, aku lihat Papa dan Mamamu sibuk mamasang dan menyalakan lilin. Aku mengajukan diri membantu mereka.” Lusi tersenyum senang.
        “Oh, terima kasih ya,” Emma memeluk Lusi.
        “Wow! Keren!” suara teman-teman Emma takjub melihat deretan lilin yang menyala itu.
       Tak lama kemudian lampupun menyala kembali. “Jadi tadi yang  tadi mematikan lampu itu Mama dan Papa ya,” tebak Emma. Karena ia melihat lampu rumah Lusi dan tetangga lainnya masih menyala. Mama dan papa mengagguk sambil tersenyum. “Ma kasih ya Ma, Pa,” Emma berjanji tidak akan berburuk sangka lagi terhadap mama dan papanya.
     Alhamdulillah, ternyata hari ini adalah hari ulang tahun yang sangat mengesankan.


Kamis, 29 September 2011

Cuplikan Tulisanku di Buku Inspirasi Menulis



   
Alhamdulillah ya :)
Telah terbit di Leutika Prio !!!
Judul : Inspirasi Menulis
Penulis : Tri Lego Indah, dkk
Tebal : xii + 138 hlmn
Harga : Rp. 35.300,-
ISBN : 978-602-225-122-4

Membaca semangat karya teman-teman dalam buku ini, sungguh luar biasa. Saling berbagi pengalaman, dan semangat, serta ilmu, itulah yang sedang mereka coba tuliskan di buku ini. Selamat pada Anda, yang telahpun memegang buku ini, apalagi jika membacanya. Saya yakin, setelah membaca buku ini, semangat membaca dan menulis Anda akan bertambah. Semangat berkarya....!

Bayu Insani
(Penulis buku : TKW Menulis)

Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0821 38 388 988. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!!



Hai sahabat, Alhamdulillah buku antologi tentang  inspirasiku menulis sudah terbit. bagi sahabat yang ingin membaca tulisanku bisa memesannya langsung kepadaku di inbox FB Nelfi syafrina  atau twitter @nelfisyafrina. atau bisa juga langsung memesan ke leutikaprio.com berikut cuplikan tulisanku dalam buku itu.. 






    Awal munculnya ide untuk menjadi penulis adalah setelah beberapa bulan saya resign dari pekerjaan sebagai Perawat di sebuah Rumah Sakit terbesar di Bekasi. Karena ketiadaan Asisten Rumah Tangga, saya memutuskan merawat sendiri anak saya. Setelah pekerjaan rumah selesai, dan anak saya tidur siang,  saya bigung mau melakukan apa, koleksi buku sudah habis saya baca, kebetulan ada PC di rumah, biasanya di gunakan suami untuk pekerjaannya. Iseng, saya mencoba menulis diary di PC itu. Keisengan itu bertambah menjadi ingin menulis cerita untuk anak saya. Walaupun hasilnya tidak sebagus tulisan para penulis sebenarnya. Dongeng-dongeng atau cerpen yang saya tulis untuk anak saya, saya print dan saya bacakan kepadanya. Kadang saya membeli beberapa buku anak yang juga saya bacakan kepada anak saya. Dari membacakan buku kepada anak saya itu, semakin hari saya semakin tertarik untuk menulis cerita anak yang benar. Saya ingin belajar menulis cerita anak, begitu tekad saya waktu itu Namun saya belum tahu di mana tempat belajar menulis cerita anak. 

 

Rabu, 21 September 2011

Book Your Blog By Leutika.com

Alhamdulillah sekarang kita bisa membukukan tulisan kita hanya dengan ikutan even yang diadakan oleh leutika.com a.k.a Leutika Prio. Untuk semua sahabat yang mempunyai blog pasti ini kabar gembira. Karena dengan mengikuti even ini, curhatan kita di blog, atau tulisan kita yang selama ini hanya kita saja yang membaca, bisa dijadikan buku. Asyik gak tuh, tulisan kita bisa dinikmati orang lain. mungkin saja tulisan itu nanti menjadi semacam pencerahan bagi mereka yang membacanya. iya kan...? Apalagi Hal ini hanya ada di even ini, even yang diadakan oleh leutika.com. Walaupun tulisanku di blog ini lebih banyak pengalaman pribadi, tapi aku berharap dengan mengikuti even ini, aku bisa mengenal dan berkenalan dengan para bloger lainnya. Tujuan utamanya tentu aku ingin tulisanku di blog ini dibukukan, semoga saja Allah mengabulkan keinginanku. Ayo teman-teman yang punya blog, mari ramaikan ajang satu-satunya ini dan mungkin yang pertama *setahuku begitu* :) semangaaaattt.... !! :)

oh ya untuk lebih jelasnya sahabat bloger bisa melihat kabarnya langsung di http://www.leutika.com/berita/1109249/book_your_blog_bukukan_blogmu_dengan_ikutan_lomba_ini

yuk ah segera mendaftar, biar gak ketinggalan.. ;)   # book your blog

Minggu, 18 September 2011

Rendang Jariang


                                            
     Hmmm.. mendengar kata rendang aja, lidah ini sudah mengeluarkan air liur (ngiler), terbayang gimana enaknya rasa rendang. Tapi Rendang Jariang...? Apa pula itu. Apa itu sejenis makanan yang terbuat dari jaring?. kalian penasaran kan? Baiklah.. aku akan beritahu kalian kalau rendang jariang adalah rendang jengkol alias rendang yang bahan dasarnya jengkol. Pasti kalian belum pernah mencicipi makanan yang satu ini kan? Sama, aku juga belum pernah, makanya aku sekarang ingin menikmati menu yang satu ini.
        Hari ini temanku Sita mengajakku makan di rumahnya. Ibu Sita hobi masak, apapun yang dimasak oleh ibunya pasti hasilnya sangat memuaskan. Pernah suatu kali aku makan di rumah Sita, ibunya hari itu memasak gulai itik, khas daerah Koto Gadang, Bukittiinggi. Beuh... rasanya... maknyuuuus... Gulai itik yang bahan dasarnya bebek itu, di masak dengan menggunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, kemiri dan yang paling penting cabe ijo. Bebeknya di bakar dulu setelah dibuang bulu-bulunya, biar bulu halus si bebek bisa hilang. Baru kemudian di potong, di masukkan kedalam tumisan bumbu yang sudah dihaluskan tadi. Dan di masak dengan api kecil sampai daging bebek empuk. Dan hasilnya... tara... gulai itik lado mudo yang yummi.. !
      Eh kok malah ngomongin gulai itik sih... tadi kan lagi di ajak Sita makan di rumahnya kan? Ya udah,  kalo gitu ayo kita cabut kerumah Sita. Randang Jariang.. here I’m coming...
      “Assalamualaikum...,” aku mengetuk pintu rumah Sita.
      “Waalaikumsalam...,” terdengar suara Sita menyahut sambil membukakan pintu untukku.
     “Rina! Kamu dah nyampe, perasaan baru ku telpon deh”
     “Kalau masalah makan, aku pasti datang lebih awal...” jawabku nyengir.
     “Ada acara apa sih Sit, pake ngundang makan segala”
     “ Kebetulan kemaren tetangga ngasih oleh-oleh jengkol sekeranjang! Kebayang ga tuh jengkol mau diapain, akhirnya ibu bikin rendang jengkol deh... kamu pasti suka, makanya aku ajak kamu kerumah buat ngabisin tuh rendang jengkol!”
    “Hah.. ngabisin jengkol sekeranjang... ga mau ah, mending aku ga usah kesini deh..”
     “Halah... gayanya ga mau, bener nih.. kalau gitu, sana pulang lagi” Sita mendorong ku lembut.
       “Eits.. jangan dong Ta.. kan ga boleh menolak tamu yang udah datang jauh-jauh” aku pasang tampang memelas. Akhirnya kami berdua cekikikan.. hahahaha... bisa aja Sita.
    “ Ya udah, yuk ke ruang makan aja, Ibu udah nunggu, rendangnya baru saja matang” Akupun mengikuti langkah Sita ke dapur.
      Aku dan Sita adalah sahabat karib semenjak kami di SMP. Rumahku sebenarnya cukup jauh dari rumah Sita. Aku tinggal di komplek Pemda Bukittinggi, sedangkan Sita di Koto Gadang sekitar setengah jam perjalanan dengan angkot dari rumahku. Setiap hari dia diantar Bapaknya ke Sekolah, kebetulan Bapak Sita punya toko di Pasar Ateh yang tak jauh dari rumahku. Tepatnya di depan Jam Gadang. Kalau pulang sekolah Sita pasti pulang kerumahku karena dia menunggu Bapaknya dan pulang bareng Bapaknya. Bapak Sita pulang biasanya hampir magrib, saat pasar sudah sepi, makanya aku dan Sita sudah seperti saudaraan. Aku dan Sita punya kesukaan yang sama, sama-sama suka makan, kami suka berbagai jenis makanan. Apalagi makanan yang di masak Ibuku atau Ibu Sita. Apa saja makanan yang beliau masak untuk kami pasti habis kami sikat.. tak heran dulu kami di juluki si tukang makan oleh teman-teman.
       Dulu, ketika kami masih di SMP saat bulan Ramadhan, kami mencari pabukoan  atau istilahnya ngabuburit, di Pasar Ateh. Makanan yang sangat kami sukai adalah lamang tapai, lamang atau yang biasa kita dengar dengan kata lemang, terbuat dari beras ketan yang di campur santan, di masukkan kedalam batang bambu sebagai wadah untuk memasaknya. Bambu yang sudah diisi adonan beras ketan tadi di bakar dengan menggunakan kayu bakar selama kurang lebih dua sampai tiga jam. Dengan sesekali harus di putar-putar agar semua bagian matang denga merata. Sedangkan tapainya, adalah beras ketan hitam yang di beri ragi atau di fermentasi, selama beberapa jam, setelah itu di masak. Saat kalian memakan campuran antara lemang dan tapai, hmmmm rasa gurih dan legit dari lemang akan menyatu dengan rasa asam manis dari ragi serta legit dari ketan hitam yang di hasilkan oleh tapai atau tape.  Paduan rasa ini benar benar membuatmu tak tahan untuk menikmatinya kembali. Sungguh yummi!. Tuh.. kan jadi ngomongin makanan lagi...
     “Ibu... ,” aku berlari ke arah Ibu Sita sambil memeluknya, beliau sudah seperti ibu ku sendiri.
     “Kalau ga di telpon , ga kesini kan....” ledek Ibu. Sepertinya Ibu juga kangen padaku. Kadang keinginan untuk berkunjung kerumah Sita ada, namun semenjak aku kuliah, aku jarang kesini. Paling ketika libur Idul Fitri atau libur kuliah. Namun sekarang waktu libur sudah tidak ada. Seandainyapun ada di hari minggu, aku memanfaatkannya dengan istirahat total di rumah, tidur! 
     “Ayo kita makan,” Ibu membuyarkan lamunanku.
      “Ibu masak apa?” pertanyaan yang tak perlu kutanyakan sebenarnya.
      “Bukannya tadi aku udah cerita,” sembur Sita jengkel. Terang saja dia jengkel, karena pertanyaanku terlalu basa-basi, padahal aku sudah di anggap anak sendiri oleh keluarga ini.
     “Heeeee,” cengirku. “Bapak mana, kok aku tidak melihat beliau,”
    “Bapak masih di pasar kaleee..., “sungut Sita. Kayanya dia kesal dengan basa-basiku yang memang basi. Udah tau kalau siang begini Bapak pasti di pasar, kan jualan, ga mungkin dong ada di rumah. Hhhh.. abisnya aku bingung mendengar ledekan Ibu tadi, jadi aku sengaja melontarkan pertanyaan yang ga berbobot itu. Untuk mengalihkan perhatian mereka....
     “Sudah-sudah kalian kalau ketemu, ribut, kalau ga ketemu nanyain, sudah, sekarang ayo makan, ibu mau nganterin makan siang Bapak ke pasar ya..,” Ibu mengakhiri ketidak-enakanku.
     “Biar nanti sekalian aku aja yang nganter makan siang Bapak, Bu..,”
    “Emang itu salah satunya alasanku ngundang kamu kesini, sekalian bawain makan siang Bapak, kasian Ibu kalau harus ngantar makan siang Bapak, hari ini, beliau sudah repot di dapur seharian gara-gara masak rendang jengkol ini,” sela Sita
      “Hah..! Ibu masak rendang jengkol seharian”
      “Iya.. kan jengkolnya sekeranjang!, karena bingung mau diapain, makanya di masak Ibu semuanya , tapi yang jadi rendang cuma setengahnya sisanya dijadiin krupuk jengkol. Tuh... lagi di jemuur,” Sita memonyongkan bibirnya keluar jendela. Aku mengikuti arah bibir monyong Sita . Terlihat di luar beberapa tampah yang berisi barisan kerupuk jengkol yang sedang di jemur.  
       “Ya udah, Rina nanti sekalian bawa makan siang Bapak ke pasar ya, kalau gitu Ibu mau istirahat dulu,” Ibu pun berlalu dari hadapan kami.
       Akhirnya rendang jariang ini mampir juga di lidahku.... hmmmm... benar-benar legit, dan maknyus abis. Bumbu rendang yang memang sudah enak ketemu ama jariang alias jengkol yang legit.. beuh... mantap deh pokoknya. Pasti kalian berpikir aku cewek yang doyan jengkol, iya kan? Eits tunggu dulu, ini baru pertama kalinya aku makan jengkol, biasanya aku ogah makan jengkol, karena baunya ga nahan....tapi, tadi di telpon Sita meyakinkanku dan bilang begini, ”tenang aja Rin.., jariang ini ga bakal sebau yang kamu inginkan...,” whaaat, kapan pula aku ngidam bau jengkol.
     “ Mana ada jengkol yang ga bau Ta, di mana-mana, yang namanya jengkol pasti bau,” sungut ku.
    “ Paling baunya tinggal dikit banget, ga bakal ketauan deh.. kalau kamu baru abis makan jengkol”
     “ Janji ya baunya ga kemana-mana, aku kan malu kalau harus di jauhi cowok gara-gara bau beginian..., kalau nanti bau, kamu harus menjelaskan kepada cowok-cowok  bahwa aku makan jengkol hasil pemaksaan dari kamu, hihihi....”
     “Rina... mau makan aja repot banget sih.. kalau ga mau ya udah” hampir saja Sita membanting telponnya, untung ga jadi kan sayang telpon rusak gara-gara aku hehehe..
       “Gimana caranya Ibu bikin jariang ini ga sebau seharusnya Ta..,” mulutku masih asyik memamah biak. Jiaah.. emang kerbau.
      “ Gini nih, pertama jengkolnya di rendam dulu selama semalam, setelah itu di rebus dengan menggunakan abu gosok, sampai jengkol empuk. Baru setelah itu di buang kulitnya dan di campur kedalam adonan bumbu rendang yang udah jadi”
      “Bumbu rendangnya di masak terpisah sama jengkolnya ya”
      “He’eh, biar jengkolnya ga hancur.., kalau santan, dan bumbu masak yang lain udah menjadi semacam bumbu rendang yang coklat gitu, baru di masukin jengkolnya, setelah itu di aduk sesekali selama sejam, baru apinya di matiin. Kalau mau lebih enak lagi, masukin cabe rawit di adukan sepuluh menit terakhir.. biar lebih mantap pedesnya..”
    Oo... ternyata gitu cara bikin rendang jengkol, ga terlalu susah juga ya, tapi tetap aja, lama.. kan nunggu santan dan bumbu dapur lainnya jadi kental dan berwarna coklat dulu, itu harus diaduk terus  biar santannya ga ‘pecah’. Emang mantap banget rasanya, aku jadi nambah dan nambah lagi deh makannya. Ya.. mana aku sudah niat diet lagi, batal deh dietku hari ini...
      “Trus bikin kerupuk jengkol gimana caranya,” aku masih penasaran dengan Ibu Sita yang bener-bener kreatif.
     “Jengkolnya setelah di rendam seharian , trus di rebus , setelah itu di getok sampe gepeng dan tipis seperti kerupuk, kalau mau tambahin garam dikit sebelum di jemur. Lalu baru di jemur selama dua hari atau sampai benar-benar kering dan menjadi kerupuk.  Krupuk jengkol yang sudah kering, lalu di goreng, dengan api sedang, setelah itu olesi sedikit sambel goreng di atasnya, pasti rasanya mantap abis....” jelas Sita.
     “Krupuknya boleh kubawa pulang ga...,” aku ingin juga menikmati nikmatnya krupuk jengkol itu.
     “Ya udah, tapi kalau krupuknya udah kering ya, atau kamu mau bawa sekarang krupuk itu”
      “Ntar aja, kalau udah kering”
      Tiba-tiba sebuah  ide meluncur dari benakku, “Sita , kebetulan hari ini ada bazar di kampus. Di kampus lagi ada Open House.  Rendang jengkolnya aku bawa ya, mau aku titipin di kantin kampus. Kali aja ada yang mau beli, soalnya rendang jengkol bikinan ibu enak banget...”
      “Mana ada mahasiswa yang mau makan rendang jengkol”
      “ Pasti ada, dari pada rendang jengkol senikmat ini di nikmati oleh kita aja, mending kita jadiin uang, lumayan kan buat nambah celengan ibu...”
       “Benar juga ya.. lagian rendang jengkolnya masih banyak banget, aku juga bingung mau ngundang siapa lagi makan rendang jengkol ini. Lagipula, kalau kita yang ngabisin semua jengkol ini, bisa-bisa kita keracunan jengkol”    
         “Ya udah, yuk, sekalian aku bawa makan siang Bapak, Kamu salin aja ke wadah yang ada tutupnya,” aku segera mengakhiri makanku. Sebenarnya makannya udah dari tadi selesai, tapi rendang jengkol yang enak ini membuatku ingin terus memakannya. Untunglah ada ide untuk menjualnya, dengan demikian aku berhasil menghentikan keinginanku untuk makan rendang yang super duper yummi ini.
        Sita segera menyalin rendang jengkol yang masih di panci. Ya Tuhan... banyak banget ternyata rendang jengkolnya. Aku harus segera membawanya ke kampus nih.. Aku membantu Sita memasukkan makan siang Bapak kedalam kotak bekal, lalu membungkus sedikit rendang jengkol ini untuk kubawa kerumahku. Dan selanjutnya menyisihkan sepiring  untuk keluarga ini. Selesai..... 
        Sita sudah minta ijin ke Ibu untuk menjual rendang jengkol itu di kantin kampus. Ibu mengijinkannya. Setelah itu aku pamit dan segera meluncur ke pasar dan ke kampus.
                                        ********************
         “Rina, besok bawa rendang jengkol lagi ya.. banyak yang pesen..” demikian ujar Ibu kantin waktu aku menagih uang hasil penjualan rendang jengkol. Kemarin setelah sampai di kampus, aku langsung membawa rendang jengkol ke kantin. Tadinya ibu kantin sempat menolaknya dengan alasan, takut ga ada yang beli. Tapi aku bersikukuh, aku yakinkan kalau rendang jengkol itu pasti ada yang beli. Aku sempat membantu ibu kantin sebentar sembari menunggu jam kuliah di mulai. Waktu masih di kantin baru satu orang yang mau mencoba rendang jengkol itu. Setelah kuliah aku lupa kembali ke kantin untuk menanyakan respon mahasiswa dan dosen terhadap masakan yang satu ini. Jadilah hari ini, aku kembali ke kantin untuk menanyakanya. Seperti yang aku duga, rendang jengkol yang ku bawa ternyata laris manis. Sekarang uang hasil penjualannya sudah berada di tanganku.
      “Oke deh Bu.. insyaallah besok saya bawa lagi ya.., terima kasih ya Bu...,”  aku segera berlalu dari kantin.
      “Rina.... dicariin Pak Fariz tuh..!” Feni berteriak memanggilku.
     Ngapain Pak Fariz mencariku, tugas yang kemaren kan sudah ku berikan. Tidak ada yang berani berhadapan dengan dosen killer yang satu ini. Jangan-jangan tugas yang kukerjakan kemaren banyak yang salah lagi, atau profesor tega itu tau aku jualan jengkol di kampus dan dia tidak suka itu. Ya Allah bantu aku.
      “Rasain Lu..!, di kampus pake jualan jengkol sih.., dimana-mana jengkol itu jualnya di pasar, bukan di kampus!” Feni membuatku nyaliku semakin menciut. Anak itu selau mencari-cari kesalahanku. Selama ini aku tidak mengindahkannya. Aku jadi ingat rendang jengkol yang ku jual di kantin kampus. Kemaren itu kan bazar kampus, dan banyak juga orang lain dan mahasiswa lain yang jualan di kampus ini. Ada apa dengan daganganku, setahuku tidak ada larangan menjual jengkol di kampus. Apa ini peraturan baru. Lagi pula, tadi kata Bu Kantin, banyak yang minta di bungkusin jengkolnya, mereka pada mau makan di rumah, biar bisa langsung sikat gigi sehabis makan jengkol. Jadi ga mungkin kan jengkol yang ku jual bikin aroma tak sedap di kampus ini, entahlah.. yang jelas sekarang aku harus segera menemui Dosenku itu.  
       “Siang Pak,” aku sudah berada di ruangan Pak Fariz.
      “Hmm, duduk!”
      Ya Allah, aku mohon hilangkan kekilleraan dosenku yang satu ini... doaku dalam hati. Sumpah... aku ngeri melihat tampang yang tanpa ekspresinya itu. Jika aku di makan bagaimana. Kan kasian teman-temanku yang akan kehilangan cewek imut seperti ku ( jiaaaah, siapa juga yang bakal kehilangan elu Rin.. Rin..) aku segera duduk dihadapan Beliau.
      “Kamu jualan Rendang Jariang di kantin?” Mati aku.. ternyata benar itu penyebabnya. Tapi aku sudah siap dengan argumen ku. Keringat dingin mulai membasahi jidat jenongku, sambil menghirup nafas dalam-dalam, aku mulai ber-agumen.
     “Benar Pak, tapi .. kemarin itu kan lagi bazar Pak, lagian ga ada larangan jual rendang jengkol di kantin kan?”
     “Cukup! Saya mau pesan dua kilo rendang jariang, besok jam sepuluh sudah kamu letakkan di meja ini, ini uangnya....”
     Nyeesssss, hatiku seolah bara yang disiram seember air es....
Bekasi, 2011-02-02

Note : Resep Rendang Jariang di ambil dari blog  With Food and Love, Comes Warmth


Sabtu, 17 September 2011

Aku dan Syifa

Syifa saat ini sudah duduk di kelas 8 alias kelas 2 SMP, putriku ini sangat manis, penurut dan banyak sekali cerita yang dibawanya pulang dari sekolah. Tanpa ku minta ia akan bercerita apa saja yang telah ia lakukan hari itu. Namun beberapa hari belakangan ini, putriku berubah sedikit tertutup. Ketika kutanyakan penyebabnya, Jawaban putriku membuatku terkejut.
“Aku ingin punya pacar seperti teman-temanku Bu,” demikian katanya.
Putri kecilku sekarang bukanlah seorang anak kecil lagi.
“Hmm gitu ya, pacaran itu maksudnya apa ya Kak, Ibu kurang ngerti,” tanyaku.
“Pacaran itu, kita bisa sering ketemuan sama cowoknya Bu.., trus kita bisa sering curhat, kalau ada teman yang nanya kan aku bisa jawab kalau aku sudah punya pacar,” jawabnya lugu.
Ternyata apa yang di uraikannya tidak sejauh apa yang aku bayangkan. Aku hanya memberikan pandangan kepada putri ABG ku bahwa yang di maksudnya dengan pacaran itu mungkin berteman akrab, kalau berteman, boleh dengan siapa saja, tidak harus dengan satu orang, dan kalau curhat, lebih baik kepada ibu atau bapak dari pada ke orang lain. Putri ku waktu itu mengangguk. Beberapa hari setelah itu ia sudah bercerita berbagai macam hal lagi denganku. Salah satu ceritanya itu, membuat ia berpikir ulang untuk punya pacar. Suatu kali Syifa membaca wall FB temannya yang baru seminggu pacaran, temannya itu kesal karena tidak bisa melupakan cowoknya yang punya pacar lagi selain dia. Dan temannya itu berubah jadi anak yang nakal dengan suka merokok dan sederet kebiasaan negatif lainnya. Aku tersenyum sambil berkata,” Alhamdulillah, anak Ibu hebat ya.. udah ngerti yang baik dan yang gak baik, Ibu bangga padamu.” Aku memeluknya, seraya bersyukur dalam hati, Allah mengajarkan langsung pada anakku.
Tip berikut semoga membantu kita yang ingin lebih baik untuk anak-anak kita.
1. Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.
2. Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang berbentuk teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak yang bisa dijadikan teman.
3. Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku mungkin malah akan menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.
4. Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya
5. Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.
6. Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini. Berikanlah ruang pada mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa depan mereka.
7. Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu memungkinkan. Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang disembunyikannya.
Sumber: http://www.ilmupsikologi.com/?p=12

Menabung

“Alhamdulillah.., dapat dua puluh delapan ribu tiga ratus..,” senyum Andrea.
“Sebagian kita tabung ya,” Rindu mengangguk.
“Ikut aku yuk!” ujar Andrea sambil mengamit lengan Rindu.
“Kemana?”
Rindu mengikuti langkah sahabat barunya itu. Andrea mengajak Rindu ke sebuah TPU.
“Di situ ibuku,” Andrea menunjuk sebuah makam.
“Bu, aku punya teman baru, namanya Purnama, kami dapat uang banyak hari ini, sebagian uangnya mau kami tabung,” ujar Andrea di makam ibunya.
Mereka berdoa untuk ibu Andrea.
“Purnama, kesana yuk,” Andrea menunjuk sebuah pohon, setelah selesai berdoa.
Andrea memanjat pohon itu. Rindu mengikutinya. Mereka berdua duduk di sebuah dahan yang kokoh.
“Uangnya kita tabung di sini aja ya,” Andrea menunjuk sesuatu yang terikat di salah satu dahan pohon. Sebuah celengan bambu.
Andrea memasukkan sebagian uang itu ke dalam celengannya.
“Kamu tidak takut celenganmu hilang?”
“Allah pasti menjaganya,” jawab Andrea tersenyum.

Hauzan Suka Mendengar Suara Azan

setiap azan berkumandang apalagi jika saat itu Televisi sedang menyala. Suara Azan sangat jelas terdengar melalui televisi itu. maka Hauzan akan menghentikan segala aktifitasnya. ia pastia akan segera memperhatikan televisi dan menyimak suara azan itu hingga selesai. subhanallah.. semoga kelak Hauzan akan segera melaksanakan shalat setelah kumandang azan ya Nak.. :)

Perasaan Birdy


                                                     
                                                 
       Birdy burung sedang  bingung dan murung, pandangannya tak lepas melihat dedaunan yang berjatuhan ke tanah. Sudah beberapa hari ini, daun-daun di pohon tempat tinggalnya gugur satu persatu, pertama daun-daun itu menguning, beberapa hari kemudian daun yang sudah kuning, menjadi coklat, kemudian daun coklat itu terlepas dan berguguran dari pohon.
       Kalau hanya satu daun yang gugur, mungkin Birdy tidak sesedih ini. Tapi, semua daun-daun pohon itu satu per satu menguning, dan berguguran.
       Dalam hatinya Birdy bertanya, kenapa daun-daun itu berguguran, padahal di dalam rimbunan daun inilah ia sering bermain, belajar terbang, melompat dan bernyanyi. Jika terus-menerus seperti ini, pastilah daun-daun itu akan habis, gumam Birdy. Dan dia tidak akan punya tempat lagi untuk bermain.
        “Bu.., kenapa daun-daun ini berguguran? Kalau semua daun ini habis, kita akan tinggal di mana?” tanya Birdy pagi itu setelah selesai belajar terbang bersama ibunya. Birdy tidak tahan lagi menyembunyikan kesedihannya.
          “Hmmm.. ternyata anak Ibu murung karena itu ya.., ”  sahut Ibu Birdy sambil tersenyum. Beberapa hari ini, Ibu memperhatikan Birdy. Ibu tahu Birdy sedang memikirkan sesuatu, tapi Ibu menunggu Birdy sendiri yang bercerita kepadanya. Karena biasanya Birdy bercerita banyak hal kepada ibunya.
          “Iya Bu.. aku gak mau kehilangan semua daun-daun ini, aku takut gak bisa main petak umpet lagi bersama teman-temanku.”
          “Sayang.., Birdy tidak usah takut, daun-daun ini gugur, karena memang sudah saatnya. Kan sekarang musim gugur, semua  daun yang ada di setiap pohon pasti akan gugur. Jika musim semi tiba, semua pohon akan mengeluarkan daun baru.  Jadi Birdy tidak akan kehilangan tempat bermain, dan kita tidak akan kehilangan tempat tinggal,” jelas Ibu.
      “Oo.. gitu ya Bu, tapi kasihan daun yang sudah gugur itu ya Bu, mereka jadi tidak ada gunanya lagi.”
       “Daun yang sudah gugur, masih berguna sayang.., mereka berguna untuk kesuburan tanah di sekitar pohon ini. Mereka akan hancur dan akan menjadi pupuk untuk pohon ini, sehingga pohon ini bisa menghasilkan buah dan daun yang lebih banyak lagi.”
        “Hore.. kalau gitu, makanan untuk kita bertambah banyak ya Bu,” kicau Birdy sambil melompat gembira.
         Ibu Birdy ikut tersenyum melihat tingkah anaknya.

Selasa, 06 September 2011

Ketika Anak Minta Membatalkan Puasanya



Hari pertama puasa
                            
Alhamdulillah, Hikmal puasa sehari penuh kemarin ( 1 Ramadhan 1432 H). Sehari sebelumnya Hikmal 8 th sudah bersemangat ingin berpuasa sehari penuh. Ia ingat tahun lalu ia hanya puasa setengah hari. Saya dan Bapaknya sangat senang mendengar keinginan putra kami itu. Bapaknya menjanjikan hadiah jika ia berhasil melaksanakan puasanya. Jika Hikmal puasa sehari, maka celengannya akan bertambah Rp 5000,- demikian seterusnya. Alangkah senangnya Hikmal mendengar hal itu.
Hari yang dinanti akhirnya datang juga. Hikmal bangun dengan mudah. Kami makan sahur bersama. Selanjutnya Hikmal bersiap untuk puasa hari itu. Setelah shalat subuh, saya dan suami mengijinkannya untuk tidur kembali, karena hari pertama Ramadhan ini dia masih libur sekolah. Hikmal bangun setelah jam 8 pagi. Sampai di sini puasanya masih bertahan.
 Sehabis shalat zhuhur Hikmal mulai mengatakan kalau dia lapar dan kepalanya pusing. Saya berusaha membujuknya dengan memintanya membaca komik kesukaannya. Hikmalpun menurut. Sejam setelah itu temannya datang. Merekapun bermain dan terlibat obrolan seru. Hingga aku mendengar sebuah obrolan yang membuat Hikmal ingin membatalkan puasanya.
“Kamu masih puasa kan?” tanya Hikmal pada temannya yang sedang main ke rumah.
“Aku puasa setengah hari, kata mama ku, aku boleh buka puasa setelah azan zhuhur,” jawab Aan temannya itu. Saya masih menguping pembicaraan mereka. Saya harap Hikmal tidak tergoda untuk berbuka.
“Tapi kan kamu udah 8 tahun, harusnya kamu udah puasa seharian,” jelas Hikmal. Saya tersenyum mendengarnya.
“Ih, gak apa-apa lagi, kita kan masih anak-anak. Kata mamaku kalau anak-anak boleh puasa setengah hari,” Aan teguh dengan prinsipnya. Saya terus berdoa semoga Hikmal tidak terpengaruh.
“Bu, aku lapar nih, kepalaku pusing,” tiba-tiba Hikmal menghampiri saya yang sedang memasak di dapur. Ternyata temannya sudah pulang.
“Abang tidur aja yuk. Biar gak pusing dan gak lapar. Nanti kalo udah maghrib ibu bangunin, biar langsung buka.” Saya berusaha menyabarkannya.
“Tapi kepalaku pusing banget, aku gak bisa tidur kalo pusing dan lapar,” Hikmal masih merengek. Sayapun menghentikan memasak. Saya ajak dia ke kamar. Sembari tiduran saya pun bercerita tentang bagaimana saya berpuasa ketika kecil dulu.
“Sayang Bang, kan Abang udah nahan dari subuh. Masa cuma nunggu 2 jam lagi abang gak sanggup,” saran saya mengakhiri cerita. Hikmal sepertinya mengerti dengan yang saya maksud . Meskipun tidak jadi tidur, Hikmal minta diijinkan main game di komputer. Saya setuju.
Sejam bermain komputer, Hikmal mulai merengek lagi minta makan. Jurus lain saya keluarkan.
“Abang buka puasanya mau makan apa?” jurus pamungkas saya. Karena saat ini sudah jam 4.30 sore. Hikmal sangat senang makan, jika ditawari makanan begini, dia pasti suka.
“Puding aja deh Bu, sebenarnya aku pengen makan Tekwan,” sahutnya.
“Hikmal pernah makan Tekwan? Tau gak orang jualnya di mana?” saya bingung juga, karena selama ini Hikmal belum pernah makan Tekwan itu di rumah. Entah tahu dari mana dia tentang Tekwan itu.
“Belum pernah sih Bu, tapi kemarin aku nganter Aan beli Tekwan di warung Ibunya Satya.”
“Ya udah, kita beli yuk,” aku memberikan Hikmal sejumlah uang. Warung yang dimaksudnya hanya berjarak 6 rumah dari rumah kami.
“Sisanya aku beliin layangan ya Bu,” Hikmal menyambar uang yang saya berikan. Ia segera berlari ke warung. Beberapa menit kemudian dia pulang dengan membawa layangan.
“Bu, Ibu Satya gak jual Tekwan, jadi aku beli layangan aja,” Hikmal mengembalikan uang sisa membeli layangan.
Setelah itu ia asyik bermain dengan layangannya hingga buka puasa tiba. Menit-menit menunggu suara azan adalah ahal yang paling mengharukan bagi Hikmal. Ia benar-benar sudah tak sabar ingin segera berbuka. Digantinya saluran TV, demi mencari saluran yang pertama menanyangkan azan maghrib.
Demikian cerita puasa pertama Hikmal, semoga bermanfaat bagi ibu-ibu yang sedang melatih buah hati untuk puasa. Selamat menunaikan ibadah puasa.
Salam ,
Nelfi Syafrina