Hari pertama puasa
Alhamdulillah, Hikmal puasa
sehari penuh kemarin ( 1 Ramadhan 1432 H). Sehari sebelumnya Hikmal 8 th sudah
bersemangat ingin berpuasa sehari penuh. Ia ingat tahun lalu ia hanya puasa
setengah hari. Saya dan Bapaknya sangat senang mendengar keinginan putra kami
itu. Bapaknya menjanjikan hadiah jika ia berhasil melaksanakan puasanya. Jika
Hikmal puasa sehari, maka celengannya akan bertambah Rp 5000,- demikian
seterusnya. Alangkah senangnya Hikmal mendengar hal itu.
Hari yang dinanti akhirnya datang
juga. Hikmal bangun dengan mudah. Kami makan sahur bersama. Selanjutnya Hikmal
bersiap untuk puasa hari itu. Setelah shalat subuh, saya dan suami mengijinkannya
untuk tidur kembali, karena hari pertama Ramadhan ini dia masih libur sekolah.
Hikmal bangun setelah jam 8 pagi. Sampai di sini puasanya masih bertahan.
Sehabis shalat zhuhur Hikmal mulai mengatakan
kalau dia lapar dan kepalanya pusing. Saya berusaha membujuknya dengan memintanya
membaca komik kesukaannya. Hikmalpun menurut. Sejam setelah itu temannya
datang. Merekapun bermain dan terlibat obrolan seru. Hingga aku mendengar
sebuah obrolan yang membuat Hikmal ingin membatalkan puasanya.
“Kamu masih puasa kan?” tanya
Hikmal pada temannya yang sedang main ke rumah.
“Aku puasa setengah hari, kata
mama ku, aku boleh buka puasa setelah azan zhuhur,” jawab Aan temannya itu.
Saya masih menguping pembicaraan mereka. Saya harap Hikmal tidak tergoda untuk
berbuka.
“Tapi kan kamu udah 8 tahun,
harusnya kamu udah puasa seharian,” jelas Hikmal. Saya tersenyum mendengarnya.
“Ih, gak apa-apa lagi, kita kan
masih anak-anak. Kata mamaku kalau anak-anak boleh puasa setengah hari,” Aan
teguh dengan prinsipnya. Saya terus berdoa semoga Hikmal tidak terpengaruh.
“Bu, aku lapar nih, kepalaku
pusing,” tiba-tiba Hikmal menghampiri saya yang sedang memasak di dapur.
Ternyata temannya sudah pulang.
“Abang tidur aja yuk. Biar gak
pusing dan gak lapar. Nanti kalo udah maghrib ibu bangunin, biar langsung
buka.” Saya berusaha menyabarkannya.
“Tapi kepalaku pusing banget, aku
gak bisa tidur kalo pusing dan lapar,” Hikmal masih merengek. Sayapun
menghentikan memasak. Saya ajak dia ke kamar. Sembari tiduran saya pun bercerita
tentang bagaimana saya berpuasa ketika kecil dulu.
“Sayang Bang, kan Abang udah
nahan dari subuh. Masa cuma nunggu 2 jam lagi abang gak sanggup,” saran saya
mengakhiri cerita. Hikmal sepertinya mengerti dengan yang saya maksud .
Meskipun tidak jadi tidur, Hikmal minta diijinkan main game di komputer. Saya
setuju.
Sejam bermain komputer, Hikmal
mulai merengek lagi minta makan. Jurus lain saya keluarkan.
“Abang buka puasanya mau makan
apa?” jurus pamungkas saya. Karena saat ini sudah jam 4.30 sore. Hikmal sangat
senang makan, jika ditawari makanan begini, dia pasti suka.
“Puding aja deh Bu, sebenarnya
aku pengen makan Tekwan,” sahutnya.
“Hikmal pernah makan Tekwan? Tau
gak orang jualnya di mana?” saya bingung juga, karena selama ini Hikmal belum
pernah makan Tekwan itu di rumah. Entah tahu dari mana dia tentang Tekwan itu.
“Belum pernah sih Bu, tapi
kemarin aku nganter Aan beli Tekwan di warung Ibunya Satya.”
“Ya udah, kita beli yuk,” aku
memberikan Hikmal sejumlah uang. Warung yang dimaksudnya hanya berjarak 6 rumah
dari rumah kami.
“Sisanya aku beliin layangan ya
Bu,” Hikmal menyambar uang yang saya berikan. Ia segera berlari ke warung.
Beberapa menit kemudian dia pulang dengan membawa layangan.
“Bu, Ibu Satya gak jual Tekwan,
jadi aku beli layangan aja,” Hikmal mengembalikan uang sisa membeli layangan.
Setelah itu ia asyik bermain
dengan layangannya hingga buka puasa tiba. Menit-menit menunggu suara azan
adalah ahal yang paling mengharukan bagi Hikmal. Ia benar-benar sudah tak sabar
ingin segera berbuka. Digantinya saluran TV, demi mencari saluran yang pertama
menanyangkan azan maghrib.
Demikian cerita puasa pertama
Hikmal, semoga bermanfaat bagi ibu-ibu yang sedang melatih buah hati untuk
puasa. Selamat menunaikan ibadah puasa.
Salam ,
Nelfi Syafrina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ya sahabat... ^_^