Hmmm.. mendengar kata rendang aja, lidah
ini sudah mengeluarkan air liur (ngiler), terbayang gimana enaknya rasa
rendang. Tapi Rendang Jariang...? Apa pula itu. Apa itu sejenis makanan yang
terbuat dari jaring?. kalian penasaran kan? Baiklah.. aku akan beritahu
kalian kalau rendang jariang adalah rendang jengkol alias rendang yang bahan
dasarnya jengkol. Pasti kalian belum pernah mencicipi makanan yang satu ini
kan? Sama, aku juga belum pernah, makanya aku sekarang ingin menikmati menu
yang satu ini.
Hari ini temanku Sita mengajakku makan
di rumahnya. Ibu Sita hobi masak, apapun yang dimasak oleh ibunya pasti
hasilnya sangat memuaskan. Pernah suatu kali aku makan di rumah Sita, ibunya
hari itu memasak gulai itik, khas daerah Koto Gadang, Bukittiinggi. Beuh...
rasanya... maknyuuuus... Gulai itik yang bahan dasarnya bebek itu, di masak
dengan menggunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe,
lengkuas, kemiri dan yang paling penting cabe ijo. Bebeknya di bakar dulu
setelah dibuang bulu-bulunya, biar bulu halus si bebek bisa hilang. Baru
kemudian di potong, di masukkan kedalam tumisan bumbu yang sudah dihaluskan
tadi. Dan di masak dengan api kecil sampai daging bebek empuk. Dan hasilnya...
tara... gulai itik lado mudo yang yummi.. !
Eh kok malah ngomongin gulai itik sih...
tadi kan lagi di ajak Sita makan di rumahnya kan? Ya udah, kalo gitu ayo kita cabut kerumah Sita. Randang
Jariang.. here I’m coming...
“Assalamualaikum...,” aku mengetuk pintu
rumah Sita.
“Waalaikumsalam...,” terdengar suara Sita
menyahut sambil membukakan pintu untukku.
“Rina! Kamu dah nyampe, perasaan baru ku
telpon deh”
“Kalau masalah makan, aku pasti datang
lebih awal...” jawabku nyengir.
“Ada
acara apa sih Sit, pake ngundang makan segala”
“
Kebetulan kemaren tetangga ngasih oleh-oleh jengkol sekeranjang! Kebayang ga
tuh jengkol mau diapain, akhirnya ibu bikin rendang jengkol deh... kamu pasti
suka, makanya aku ajak kamu kerumah buat ngabisin tuh rendang jengkol!”
“Hah.. ngabisin jengkol sekeranjang... ga
mau ah, mending aku ga usah kesini deh..”
“Halah... gayanya ga mau, bener nih..
kalau gitu, sana pulang lagi” Sita mendorong ku lembut.
“Eits.. jangan dong Ta.. kan ga boleh
menolak tamu yang udah datang jauh-jauh” aku pasang tampang memelas. Akhirnya
kami berdua cekikikan.. hahahaha... bisa aja Sita.
“ Ya udah, yuk ke ruang makan aja, Ibu udah
nunggu, rendangnya baru saja matang” Akupun mengikuti langkah Sita ke dapur.
Aku dan Sita adalah sahabat karib
semenjak kami di SMP. Rumahku sebenarnya cukup jauh dari rumah Sita. Aku
tinggal di komplek Pemda Bukittinggi, sedangkan Sita di Koto Gadang sekitar
setengah jam perjalanan dengan angkot dari rumahku. Setiap hari dia diantar
Bapaknya ke Sekolah, kebetulan Bapak Sita punya toko di Pasar Ateh yang tak jauh
dari rumahku. Tepatnya di depan Jam Gadang. Kalau pulang sekolah Sita pasti
pulang kerumahku karena dia menunggu Bapaknya dan pulang bareng Bapaknya. Bapak
Sita pulang biasanya hampir magrib, saat pasar sudah sepi, makanya aku dan Sita
sudah seperti saudaraan. Aku dan Sita punya kesukaan yang sama, sama-sama suka
makan, kami suka berbagai jenis makanan. Apalagi makanan yang di masak Ibuku
atau Ibu Sita. Apa saja makanan yang beliau masak untuk kami pasti habis kami
sikat.. tak heran dulu kami di juluki si tukang makan oleh teman-teman.
Dulu, ketika kami masih di SMP saat
bulan Ramadhan, kami mencari pabukoan atau istilahnya ngabuburit, di Pasar Ateh.
Makanan yang sangat kami sukai adalah lamang tapai, lamang atau yang biasa kita
dengar dengan kata lemang, terbuat dari beras ketan yang di campur santan, di
masukkan kedalam batang bambu sebagai wadah untuk memasaknya. Bambu yang sudah
diisi adonan beras ketan tadi di bakar dengan menggunakan kayu bakar selama kurang
lebih dua sampai tiga jam. Dengan sesekali harus di putar-putar agar semua
bagian matang denga merata. Sedangkan tapainya, adalah beras ketan hitam yang
di beri ragi atau di fermentasi, selama beberapa jam, setelah itu di masak.
Saat kalian memakan campuran antara lemang dan tapai, hmmmm rasa gurih dan
legit dari lemang akan menyatu dengan rasa asam manis dari ragi serta legit
dari ketan hitam yang di hasilkan oleh tapai atau tape. Paduan rasa ini benar benar membuatmu tak
tahan untuk menikmatinya kembali. Sungguh yummi!. Tuh.. kan jadi ngomongin
makanan lagi...
“Ibu... ,” aku berlari ke arah Ibu Sita
sambil memeluknya, beliau sudah seperti ibu ku sendiri.
“Kalau ga di telpon , ga kesini kan....”
ledek Ibu. Sepertinya Ibu juga kangen padaku. Kadang keinginan untuk berkunjung
kerumah Sita ada, namun semenjak aku kuliah, aku jarang kesini. Paling ketika
libur Idul Fitri atau libur kuliah. Namun sekarang waktu libur sudah tidak ada.
Seandainyapun ada di hari minggu, aku memanfaatkannya dengan istirahat total di
rumah, tidur!
“Ayo kita makan,” Ibu membuyarkan
lamunanku.
“Ibu masak apa?” pertanyaan yang tak
perlu kutanyakan sebenarnya.
“Bukannya tadi aku udah cerita,” sembur
Sita jengkel. Terang saja dia jengkel, karena pertanyaanku terlalu basa-basi,
padahal aku sudah di anggap anak sendiri oleh keluarga ini.
“Heeeee,” cengirku. “Bapak mana, kok aku
tidak melihat beliau,”
“Bapak masih di pasar kaleee..., “sungut
Sita. Kayanya dia kesal dengan basa-basiku yang memang basi. Udah tau kalau
siang begini Bapak pasti di pasar, kan jualan, ga mungkin dong ada di rumah.
Hhhh.. abisnya aku bingung mendengar ledekan Ibu tadi, jadi aku sengaja
melontarkan pertanyaan yang ga berbobot itu. Untuk mengalihkan perhatian
mereka....
“Sudah-sudah kalian kalau ketemu, ribut,
kalau ga ketemu nanyain, sudah, sekarang ayo makan, ibu mau nganterin makan
siang Bapak ke pasar ya..,” Ibu mengakhiri ketidak-enakanku.
“Biar nanti sekalian aku aja yang nganter
makan siang Bapak, Bu..,”
“Emang itu salah satunya alasanku ngundang
kamu kesini, sekalian bawain makan siang Bapak, kasian Ibu kalau harus ngantar
makan siang Bapak, hari ini, beliau sudah repot di dapur seharian gara-gara
masak rendang jengkol ini,” sela Sita
“Hah..! Ibu masak rendang jengkol
seharian”
“Iya..
kan jengkolnya sekeranjang!, karena bingung mau diapain, makanya di masak Ibu
semuanya , tapi yang jadi rendang cuma setengahnya sisanya dijadiin krupuk
jengkol. Tuh... lagi di jemuur,” Sita memonyongkan bibirnya keluar jendela. Aku
mengikuti arah bibir monyong Sita . Terlihat di luar beberapa tampah yang
berisi barisan kerupuk jengkol yang sedang di jemur.
“Ya udah, Rina nanti sekalian bawa makan
siang Bapak ke pasar ya, kalau gitu Ibu mau istirahat dulu,” Ibu pun berlalu
dari hadapan kami.
Akhirnya rendang jariang ini mampir juga
di lidahku.... hmmmm... benar-benar legit, dan maknyus abis. Bumbu rendang yang
memang sudah enak ketemu ama jariang alias jengkol yang legit.. beuh... mantap
deh pokoknya. Pasti kalian berpikir aku cewek yang doyan jengkol, iya kan? Eits
tunggu dulu, ini baru pertama kalinya aku makan jengkol, biasanya aku ogah
makan jengkol, karena baunya ga nahan....tapi, tadi di telpon Sita meyakinkanku
dan bilang begini, ”tenang aja Rin.., jariang ini ga bakal sebau yang kamu
inginkan...,” whaaat, kapan pula aku ngidam bau jengkol.
“ Mana ada jengkol yang ga bau Ta, di mana-mana,
yang namanya jengkol pasti bau,” sungut ku.
“ Paling baunya tinggal dikit banget, ga
bakal ketauan deh.. kalau kamu baru abis makan jengkol”
“ Janji ya baunya ga kemana-mana, aku kan
malu kalau harus di jauhi cowok gara-gara bau beginian..., kalau nanti bau,
kamu harus menjelaskan kepada cowok-cowok
bahwa aku makan jengkol hasil pemaksaan dari kamu, hihihi....”
“Rina... mau makan aja repot banget sih..
kalau ga mau ya udah” hampir saja Sita membanting telponnya, untung ga jadi kan
sayang telpon rusak gara-gara aku hehehe..
“Gimana caranya Ibu bikin jariang ini ga
sebau seharusnya Ta..,” mulutku masih asyik memamah biak. Jiaah.. emang kerbau.
“ Gini nih, pertama jengkolnya di rendam
dulu selama semalam, setelah itu di rebus dengan menggunakan abu gosok, sampai
jengkol empuk. Baru setelah itu di buang kulitnya dan di campur kedalam adonan
bumbu rendang yang udah jadi”
“Bumbu rendangnya di masak terpisah sama
jengkolnya ya”
“He’eh, biar jengkolnya ga hancur..,
kalau santan, dan bumbu masak yang lain udah menjadi semacam bumbu rendang yang
coklat gitu, baru di masukin jengkolnya, setelah itu di aduk sesekali selama
sejam, baru apinya di matiin. Kalau mau lebih enak lagi, masukin cabe rawit di
adukan sepuluh menit terakhir.. biar lebih mantap pedesnya..”
Oo... ternyata gitu cara bikin rendang
jengkol, ga terlalu susah juga ya, tapi tetap aja, lama.. kan nunggu santan dan
bumbu dapur lainnya jadi kental dan berwarna coklat dulu, itu harus diaduk
terus biar santannya ga ‘pecah’. Emang
mantap banget rasanya, aku jadi nambah dan nambah lagi deh makannya. Ya.. mana
aku sudah niat diet lagi, batal deh dietku hari ini...
“Trus bikin kerupuk jengkol gimana
caranya,” aku masih penasaran dengan Ibu Sita yang bener-bener kreatif.
“Jengkolnya setelah di rendam seharian ,
trus di rebus , setelah itu di getok sampe gepeng dan tipis seperti kerupuk,
kalau mau tambahin garam dikit sebelum di jemur. Lalu baru di jemur selama dua
hari atau sampai benar-benar kering dan menjadi kerupuk. Krupuk jengkol yang sudah kering, lalu di
goreng, dengan api sedang, setelah itu olesi sedikit sambel goreng di atasnya,
pasti rasanya mantap abis....” jelas Sita.
“Krupuknya boleh kubawa pulang ga...,” aku
ingin juga menikmati nikmatnya krupuk jengkol itu.
“Ya udah, tapi kalau krupuknya udah kering
ya, atau kamu mau bawa sekarang krupuk itu”
“Ntar aja, kalau udah kering”
Tiba-tiba sebuah ide meluncur dari benakku, “Sita , kebetulan
hari ini ada bazar di kampus. Di kampus lagi ada Open House. Rendang jengkolnya aku bawa ya, mau aku
titipin di kantin kampus. Kali aja ada yang mau beli, soalnya rendang jengkol
bikinan ibu enak banget...”
“Mana ada mahasiswa yang mau makan
rendang jengkol”
“ Pasti ada, dari pada rendang jengkol
senikmat ini di nikmati oleh kita aja, mending kita jadiin uang, lumayan kan
buat nambah celengan ibu...”
“Benar juga ya.. lagian rendang
jengkolnya masih banyak banget, aku juga bingung mau ngundang siapa lagi makan
rendang jengkol ini. Lagipula, kalau kita yang ngabisin semua jengkol ini,
bisa-bisa kita keracunan jengkol”
“Ya udah, yuk, sekalian aku bawa makan
siang Bapak, Kamu salin aja ke wadah yang ada tutupnya,” aku segera mengakhiri
makanku. Sebenarnya makannya udah dari tadi selesai, tapi rendang jengkol yang
enak ini membuatku ingin terus memakannya. Untunglah ada ide untuk menjualnya,
dengan demikian aku berhasil menghentikan keinginanku untuk makan rendang yang
super duper yummi ini.
Sita segera menyalin rendang jengkol
yang masih di panci. Ya Tuhan... banyak banget ternyata rendang jengkolnya. Aku
harus segera membawanya ke kampus nih.. Aku membantu Sita memasukkan makan
siang Bapak kedalam kotak bekal, lalu membungkus sedikit rendang jengkol ini
untuk kubawa kerumahku. Dan selanjutnya menyisihkan sepiring untuk keluarga ini. Selesai.....
Sita sudah minta ijin ke Ibu untuk
menjual rendang jengkol itu di kantin kampus. Ibu mengijinkannya. Setelah itu
aku pamit dan segera meluncur ke pasar dan ke kampus.
********************
“Rina, besok bawa rendang jengkol lagi ya..
banyak yang pesen..” demikian ujar Ibu kantin waktu aku menagih uang hasil penjualan
rendang jengkol. Kemarin setelah sampai di kampus, aku langsung membawa rendang
jengkol ke kantin. Tadinya ibu kantin sempat menolaknya dengan alasan, takut ga
ada yang beli. Tapi aku bersikukuh, aku yakinkan kalau rendang jengkol itu
pasti ada yang beli. Aku sempat membantu ibu kantin sebentar sembari menunggu
jam kuliah di mulai. Waktu masih di kantin baru satu orang yang mau mencoba
rendang jengkol itu. Setelah kuliah aku lupa kembali ke kantin untuk menanyakan
respon mahasiswa dan dosen terhadap masakan yang satu ini. Jadilah hari ini,
aku kembali ke kantin untuk menanyakanya. Seperti yang aku duga, rendang
jengkol yang ku bawa ternyata laris manis. Sekarang uang hasil penjualannya
sudah berada di tanganku.
“Oke deh Bu.. insyaallah besok saya bawa
lagi ya.., terima kasih ya Bu...,” aku
segera berlalu dari kantin.
“Rina.... dicariin Pak Fariz tuh..!” Feni
berteriak memanggilku.
Ngapain Pak Fariz mencariku, tugas yang
kemaren kan sudah ku berikan. Tidak ada yang berani berhadapan dengan dosen
killer yang satu ini. Jangan-jangan tugas yang kukerjakan kemaren banyak yang
salah lagi, atau profesor tega itu tau aku jualan jengkol di kampus dan dia
tidak suka itu. Ya Allah bantu aku.
“Rasain Lu..!, di kampus pake jualan
jengkol sih.., dimana-mana jengkol itu jualnya di pasar, bukan di kampus!” Feni
membuatku nyaliku semakin menciut. Anak itu selau mencari-cari kesalahanku. Selama
ini aku tidak mengindahkannya. Aku jadi ingat rendang jengkol yang ku jual di
kantin kampus. Kemaren itu kan bazar kampus, dan banyak juga orang lain dan
mahasiswa lain yang jualan di kampus ini. Ada apa dengan daganganku, setahuku
tidak ada larangan menjual jengkol di kampus. Apa ini peraturan baru. Lagi
pula, tadi kata Bu Kantin, banyak yang minta di bungkusin jengkolnya, mereka
pada mau makan di rumah, biar bisa langsung sikat gigi sehabis makan jengkol.
Jadi ga mungkin kan jengkol yang ku jual bikin aroma tak sedap di kampus ini,
entahlah.. yang jelas sekarang aku harus segera menemui Dosenku itu.
“Siang Pak,” aku sudah berada di ruangan
Pak Fariz.
“Hmm, duduk!”
Ya Allah, aku mohon hilangkan kekilleraan
dosenku yang satu ini... doaku dalam hati. Sumpah... aku ngeri melihat tampang
yang tanpa ekspresinya itu. Jika aku di makan bagaimana. Kan kasian
teman-temanku yang akan kehilangan cewek imut seperti ku ( jiaaaah, siapa juga
yang bakal kehilangan elu Rin.. Rin..) aku segera duduk dihadapan Beliau.
“Kamu jualan Rendang Jariang di kantin?”
Mati aku.. ternyata benar itu penyebabnya. Tapi aku sudah siap dengan argumen
ku. Keringat dingin mulai membasahi jidat jenongku, sambil menghirup nafas
dalam-dalam, aku mulai ber-agumen.
“Benar Pak, tapi .. kemarin itu kan lagi
bazar Pak, lagian ga ada larangan jual rendang jengkol di kantin kan?”
“Cukup! Saya mau pesan dua kilo rendang
jariang, besok jam sepuluh sudah kamu letakkan di meja ini, ini uangnya....”
Nyeesssss, hatiku seolah bara yang disiram
seember air es....
Bekasi, 2011-02-02
Note : Resep Rendang Jariang di ambil dari
blog With Food and Love, Comes
Warmth