Emma bersedih. Dia termenung di
kamarnya. Pesta ulang tahunnya akan diadakan malam ini. Papa sedang bertugas di
Medan, sementara mama masih di kantornya. Padahal mereka telah berjanji akan
berusaha hadir di acara ulang tahun Emma. Beberapa hari yang lalu Emma juga
sudah mengajak teman-temannya datang ke rumah. Menghadiri pesta ulang tahunnya.
“Kenapa sih Mama dan Papa
belum pulang?” gumamnya lirih. Ia memandangi baju pesta yang sudah dikenakannya.
Meskipun semua persiapan pesta ulang tahunnya sudah siap. Tapi tanpa kehadiran
kedua orang tuanya, bukanlah pesta ulang tahun yang diharapkannya.
“Sudahlah Emma, tante juga
bisa kan mendampingi Emma meniup lilin nanti,” Tante Weni menenangkan Emma.
Beliau adalah adik papa. Papa dan mama menitipkan persiapan ulang tahun Emma
kepada Tante Weni.
“Iya sih Tante, tapi aku
maunya papa dan mama hadir di acara ulang tahunku,” Emma menahan tangisnya. Ia
menyesal kenapa tidak mengikuti saran mama. Mama menyarankan pesta
ulangtahunnya hari minggu saja. Walau lewat 3 hari dari tanggal lahirnya. Tapi
Emma memaksa ingin mengadakan pesta itu hari Kamis ini. Pas di tanggal
lahirnya. Hasilnya terpaksa seperti ini, mama dan papa tidak bisa cuti, karena
jadwal kerja mereka sangat padat.
“Keluar yuk, teman-temanmu sudah
datang,” Tante Weni memegang lengan Emma. Emma masih diam dan tidak mau
beranjak dari kursi di kamarnya.
“Emma.., teman-teman sudah
ngumpul nih,” teriak Sita sahabatnya dari luar kamar. Sita melongok di pintu
kamar Emma. Ia masuk dan menghampiri Emma.
“Kamu kenapa, kok kelihatannya
sedih?” tanya Sita khawatir.
“Ah, enggak kok. Ya udah, ayo
kita mulai acaranya,” Emma berusaha tersenyum. Ia berjalan keluar kamar
diiringi Sita. Di ruang keluarga sudah hadir semua teman-temannya. Mereka
terlihat senang dan gembira. Harusnya aku tidak boleh bersedih, batin Emma.
Kalau ia bersedih di pestanya, bagaimana dengan teman-temannya? Emma menarik napas
panjang, lalu dihembuskannya kencang. Setelah itu ia tersenyum dan bergabung
bersam teman-temannya.
“Terima kasih sudah datang di
acara ulang tahunku,” ujar Emma ketika acara pestanya dimulai. Tepuk tanganpun
riuh terdengar. Acara pesta dimulai. Pertama acara tiup lilin dan potong kue
diiring lagu selamat ulang tahun. Dilanjutkan dengan games yang sudah
dipersiapkan Tante Weni untuk Emma dan teman-temannya.
Semua anak terlihat menikmati games
itu. Suara musik yang mengiringi games membuat mereka berteriak kegirangan.
“Sekarang gamesnya untuk lima
orang. Kelima peserta berjalan sambil menari mengitari 4 kursi ini, diiringi
musik. Jika musik berhenti, kalian harus segera duduk. Yang tidak mendapatkan
tempat duduk berarti kalah dan harus keluar dari permainan. Tante akan
mengambil satu kursi setelah itu. Demikian seterusnya hingga tersisa satu
kursi. Yang berhasil duduk di kursi, itulah pemenangnya dan akan tante kasih
hadiah.” Jelas Tante Weni.
“Aku..,aku Tante.., aku...,” terdengar
teriakan teman-teman Emma berebutan ingin mengikuti games itu. Tante Weni dan
Emma, memilih lima orang. Setelah itu gamespun dimulai. Musik dinyalakan, dan
merekapun berjalan sambil menari mengitari 4 kursi yang sudah disiapkan.
Sementara teman-teman yang lain mengikutinya sambil meneriakkan jogoan mereka
masing-masing. Tiba-tiba musik berhenti. Mereka berebutan duduk. Teriakan
teman-teman Emma semakin bergemuruh.
“Yah.. Gina tidak dapat kursi,
berarti kamu kalah,” seru Emma. Lalu gamespun berlanjut. Suara teman-teman Emma
semakin riuh meneriaki jagoan mereka masing-masing. Ketika kursi terakhir
tinggal, hanya ada dua peserta yang tersisa. Mereka kembali berjakan sambil
menari mengitari kursi. Hingga mereka memperoleh satu pemenang. Tante weni
mwmbwrikan hadiah untuk Katya yang berhasil menang.
Zap! Tiba-tiba listrik di
rumah Emma padam. Semua anak berteriak ketakutan.
“Tenang-anak-anak!” terdengar
suara Tante Weni di tengah suara ketakutan mereka. “Sebentar tante ambil lampu
emergensi dulu,” tambah Tante Weni.
“Yah.. gimana nih..” Emma hampir
menangis. Kesedihannya tadi sudah berkurang, tapi kenapa harus mati lampu
ketika ia sedang merayakan hari ulangtahunnya.
“Kriing...,” “whuaa...!” suara
telepon rumah mengagetkan Emma dan teman-temannya. Perlahan Emma berjalan
menuju meja telepon.
“Halo! Bisa bicara dengan
Emma?” terdengar suara seorang anak dari ujung telepon.
“Iya, saya sendiri, ini siapa?”
Emma bingung, siapa yang menelponnya. Semua temannya hadir di sini. Apalagi Emma
tidak begitu mengenal suara di telepon itu.
“Aku Lusi, hanya ingin
mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu,” ujar suara anak perempuan itu.
Seolah ia sudah mengenal Emma cukup lama.
“Oh terima kasih, sudah ya,
listrik di rumahku lagi mati nih,” Emma meletakkan gagang telponnya.
“Tunggu Emma, bisakah kamu
melihat keluar rumah sebentar?”
“Maksud kamu apa?” Emma mulai kesal.
“Aku ingin kamu keluar rumahmu sebentar
saja. Aku menunggumu di luar rumah.”
“Hhh..., Baiklah,” Emma mendengus kesal. Ia segera
mengembalikan gagang teleponnya. Sementara itu Tante Weni sudah menyalakan
lampu emergensi. Teman-teman Emma juga sudah tidak berisik seperti tadi lagi.
“Baiklah anak-anak, kita lanjutkanb acara
kita ya,” Tante Weni kembali berdiri di tengah teman-teman Emma.
“Sebentar Tante, ada yang
menelponku tadi, dia memintaku keluar rumah.” Emma berjalan menuju pintu. Tante
Weni mengikuti Emma dari belakang. Teman-teman Emma penasaran ingin tahu apa
yang sedang terjadi. Merekapun berbondong
mengikuti Emma.
HAPPY BIRTHDAY EMMA, WE LOVE U
terlihat tulisan seperti itu di halaman rumah. Tulisan yang disusun dengan
lilin yang menyala. Indah sekali, Emma hampir tidak percaya dengan yang baru
saja di lihatnya. Ada mama dan papa tersenyum sambil membentangkan tangan
mereka. Seorang anak perempuan sebayanya berdiri di samping mama.
“Mama , Papa!” Emma berlari dan menghambur ke
dalam pelukan orang tuanya.
“Selamat ulang tahun sayang. Maaf Mama dan Papa telat ya. Ini
Lusi, Mama minta tolong dia menelponmu tadi. Lusi tetangga baru kita,” mama
menunjuk rumah sebelah.
“Hai, selamat ulang tahun ya, tadi kebetulan aku duduk di teras, aku
lihat Papa dan Mamamu sibuk mamasang dan menyalakan lilin. Aku mengajukan diri
membantu mereka.” Lusi tersenyum senang.
“Oh,
terima kasih ya,” Emma memeluk Lusi.
“Wow! Keren!” suara teman-teman Emma takjub
melihat deretan lilin yang menyala itu.
Tak lama kemudian lampupun menyala
kembali. “Jadi tadi yang tadi mematikan
lampu itu Mama dan Papa ya,” tebak Emma. Karena ia melihat lampu rumah Lusi dan
tetangga lainnya masih menyala. Mama dan papa mengagguk sambil tersenyum. “Ma
kasih ya Ma, Pa,” Emma berjanji tidak akan berburuk sangka lagi terhadap mama
dan papanya.
Alhamdulillah, ternyata hari ini
adalah hari ulang tahun yang sangat mengesankan.